Wanaloka.com – Indonesia diyakini akan memberi pengaruh besar terhadap pengambilan keputusan dan kebijakan tata kelola air untuk kepentingan global. Gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan dilaksanakan pada 18-25 Mei 2024 mendatang di Bali ditengarai menjadi momentum untuk memastikan seluruh dunia bergerak bersama menjaga keberlangsungan sumber daya air untuk kehidupan manusia.
“Sejak awal di berbagai forum, Indonesia konsisten mendorong persoalan air untuk dibahas di level tertinggi. Harus ada dorongan kuat dari para pengambil kebijakan,” klaim Wakil Ketua Sekretariat Panitia Nasional WWF ke-10 sekaligus Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan, Endra S. Atmawidjaja dalam siaran pers yang dilansir dari World Water Forum Pedia di Jakarta, Rabu, 24 April 2024.
Indonesia membawa tiga misi khusus untuk disepakati dalam pertemuan di Bali nanti. Pertama, pendirian pusat keunggulan atau praktik terbaik untuk ketahanan air dan iklim (Center of Excellence (COE) on Water and Climate Resilience). Kedua, pengarusutamaan pengelolaan air terpadu untuk pulau-pulau kecil (Integrated Water Resources Management/IWRM on Small Islands). Ketiga, kegiatan rutin World Lake Days (Hari Danau Sedunia).
Baca Juga: Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Ruang Dilarang Masuk Kampung Pumpente dan Laingpatehi
“Karena danau menjadi salah satu sumber baku, energi bahkan pengendali banjir,” ujar Endra.
Terkait usulan pendirian COE on Water and Climate Resilience, bertujuan untuk menghadapi masalah tata kelola air akibat perubahan iklim.
“COE ini jawaban dari tantangan iklim yang dihadapi sekarang di dunia,” ujar Endra.
Dalam pendirian COE, Indonesia akan menyasar penguatan kerja sama Selatan-Selatan atau South-South Cooperation (SSC). Selain itu, negara-negara Selatan yang memiliki masalah terkait banjir, sedimen akibat erupsi yang merusak sungai, dan masalah pengelolaan air lainnya akan saling mengedukasi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman untuk mencari solusi terbaik yang dapat diimplementasikan melalui COE.
Baca Juga: KKP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Lobster
Endra menyoroti keberadaan Sabo Training Center yang berlokasi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dapat menjadi bagian dari COE ke depan. Lewat pengembangan sabo, Endra meyakini Yogyakarta dapat menjadi tempat belajar bagi negara-negara Selatan terkait tata kelola air dan ketahanan iklim.
“Kami harapkan, tidak terlalu lama sesudah WWF, mungkin setahun setelah WWF, Centre of Excellence ini sudah terwujud,” kata Endra.
“Hydro-Diplomacy” Indonesia
Menurut Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali, hydro-diplomacy adalah pendekatan diplomasi yang berfokus pada isu-isu terkait air dengan mengedepankan dialog persuasif yang solutif, termasuk untuk merespons masalah manajemen sumber daya air, pemerataan distribusi air, dan mitigasi bencana terkait air.
Baca Juga: Wapres Dorong Penanggulangan Bencana Lewat Kecerdasan Buatan
Isu lain yang juga dibahas melalui hydro-diplomacy adalah kerja sama lintas batas dan pembiayaan yang saling memberikan manfaat terkait air.
“Melalui hydro-diplomacy, Indonesia berusaha untuk memfasilitasi dialog antarnegara atau antarpemerintah melalui upaya berbagi ilmu pengetahuan, teknologi, dan pengalaman terkait manajemen sumber daya air, serta mendorong kerja sama sinergis dalam upaya penyelesaian konflik terkait air di berbagai wilayah,” kata dia, Rabu, 24 April 2024.
Beberapa kerja sama konkret yang ingin dicapai Indonesia melalui hydro-diplomacy dan WWF ke-10, antara lain mendorong negara-negara untuk berbagi dan mengadopsi praktik terbaik dalam manajemen sumber daya air dan mitigasi bencana terkait air serta membangun kapasitas dalam hal pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan inklusif.
Baca Juga: Mirzam Abdurrachman, Erupsi Gunung Ruang Pernah Picu Tsunami Tahun 1871
Indonesia pun mendorong investasi dan teknologi baru dalam pengelolaan air yang efisien dan berkelanjutan. Juga memperkuat kerja sama regional dan global dalam penyelesaian konflik terkait air dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait air.
“Indonesia berkomitmen untuk berperan aktif dalam mendukung solusi terkait air di tingkat global, dan melalui partisipasinya dalam WWF. Indonesia berharap dapat memperkuat kolaborasi antarnegara dan memajukan agenda air global untuk kesejahteraan bersama,” tutur Firdaus.
Pemantauan Kualitas Air Jadi Bahasan
Salah satu isu kunci yang diusung pada WWF ke-10 adalah Water Quality Assessment dan Ecosystem Health. Indonesia akan memaparkan sistem pemantauan kualitas air, salah satunya Onlimo yang digunakan untuk penghitungan Indeks Kualitas Air.
Baca Juga: Hari Bumi 2024, Walhi Papua Serukan Bahaya Kerusakan Alam Papua
Topik ini jadi bahasan mengingat Indonesia sudah melakukan berbagai upaya peningkatan, seperti pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal dan unit usaha kecil serta ekoriparian.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan pemantauan kualitas air di Tanah Air memiliki jangkauan yang luas sebanyak 15.065 titik pemantauan tersebar. Sistem pemantauan menjadi salah isu pembahasan dalam WWF ke-10 mendatang.
“Jadi untuk Indeks Kualitas Air kita punya data 15.065 titik, barangkali belum ada di Indonesia yang seekstensif ini pengukuran untuk kualitas air,” kata Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Reliantoro dalam rapat teknis Festival Pengendalian Lingkungan 2024 di Jakarta, Selasa, 23 April 2024.
Baca Juga: Siti Rokhmawati, Bumi Sudah Sangat Tua Perlu Gerakan Jaga Bumi
Titik pemantauan itu dilakukan melalui kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Data pemantauan kualitas lingkungan yang berasal dari pemerintah daerah meningkat pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Meliputi provinsi meningkat 2,12 persen dari 2022 serta kabupaten dan kota naik 5,37 persen dari periode tahun sebelumnya.
Discussion about this post