Hasil pemantauan memperlihatkan gambaran kondisi kualitas di beragam sungai di Indonesia, yang memperlihatkan kenaikan kondisi dari 53,88 poin rata-rata nasional pada 2022 menjadi 54,59 poin pada 2023.
Sigit mengatakan pada 2023, pemantauan secara konsisten di 812 titik ditambah dengan data pantauan pemerintah daerah di 5.157 titik memperlihatkan 18 persen titik mengalami perbaikan kualitas air. Sebanyak 67 persen tidak mengalami perubahan kualitas dan 15 persen mengalami penurunan.
Baca Juga: Status Gunung Ruang Turun Menjadi Siaga, Tetap Waspada
“Kami berterima kasih kepada Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara, dan Banten yang menunjukkan peningkatan tren perbaikan kualitas sungai,” ujar dia.
Tata Kelola Air Lewat Kearifan Lokal
Para pemimpin dunia dapat mengulik banyak hal menarik dari Indonesia, khususnya terkait cara menyelesaikan masalah tata kelola air melalui kearifan lokal.
“Keberhasilan Indonesia mendorong tata kelola air melalui pendekatan budaya lokal dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat global. Praktik baik yang melibatkan seluruh stakeholder ini membuktikan Indonesia mampu memimpin dunia dalam menghadapi krisis air,” ujar Endra.
Baca Juga: Erupsi Gunung Ruang Masa ke Masa dari Normal Jadi Awas
Seperti sistem Subak di Bali yang sudah diakui UNESCO dalam tata kelola irigasi melalui local wisdom. Atau Danau Bratan di Bali. Kemudian Taman Hutan Rakyat (tahura) yang memperlihatkan peran mangrove penting dalam mendukung pengelolaan air.
Di sisi lain, Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) mengingatkan, bahwa
infrastruktur air di Indonesia masih perlu diperbaiki, baik terkait tata kelola, strategi pembangunan dan aspek-aspek penting lainnya di sektor air minum serta sanitasi. Jika tidak segera dibenahi, maka dapat menghambat Indonesia menjadi negara maju pada 2045, khususnya sektor air minum dan sanitasi.
“WWF ini adalah momentum bagi Indonesia untuk mendorong perbaikan tata kelola, strategi pembangunan, dan sebagainya. Khusus di sektor air minum baik itu air minum perpipaan dan sanitasi,” ujar Direktur Eksekutif Perpamsi Subekti.
Baca Juga: Fokus Penanggulangan Erupsi Gunung Ruang 8000 Warga Mengungsi
Perpamsi menyambut baik penyelenggaraan WWF ke-10 karena masalah air tengah menjadi agenda penting dunia. Sekaligus agenda penting bagi Indonesia terkait perbaikan tata kelola air.
“Di tanah air, kita masih berjuang dalam perbaikan tata kelola air,” kata Subekti.
Kolaborasi Atasi Krisis Air
Krisis air kini menjadi ancaman serius di banyak negara. Ditambah perubahan iklim yang telah mengganggu siklus hidrologi. Krisis air menjadi permasalahan global yang harus diselesaikan setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Baca Juga: Tiga Orang Tewas Terdampak Longsor dan Banjir Lahar Dingin Gunung Semeru
Food and Agriculture Organization (FAO) memproyeksikan pada 2050, krisis air akibat perubahan iklim akan meningkatkan kerawanan pangan. Lebih dari 500 juta petani skala kecil yang menghasilkan 80 persen sumber pangan dunia saat ini menjadi kelompok yang paling rentan.
Tak hanya itu, krisis air juga berpotensi menyebabkan konflik antarwilayah hingga antarnegara. Sebut saja Iran dan Afghanistan, dua negara Asia di wilayah Timur Tengah ini tengah bergejolak akibat menyusutnya ketersediaan sumber air.
Konflik karena air di negara tersebut terjadi sejak tahun 1950-an. Kondisi itu menunjukkan air berharga bagi kehidupan. Kerja sama pengelolaan air diniai krusial, terutama di daerah perbatasan dan wilayah yang mengalami kelangkaan.
Baca Juga: Dampak Letusan Eksplosif Gunung Ruang Penutupan Bandara Sam Ratulangi Diperpanjang
WWF ke-10 diharapkan menjadi momentum untuk membangun kolaborasi antarnegara dalam mengatasi persoalan air. Aksi kolaboratif dapat menyatukan modalitas dan meningkatkan kapasitas untuk menghadapi segala tantangan terkait air.
“Spirit World Water Forum di Bali adalah kolaborasi multisektor, multi-helix, multi-pihak, multi-nation, dan multi-bangsa-bangsa untuk menghadapi dan mengatasi bersama persoalan krisis air dan krisis iklim global,” kata Endra.
Atas dasar itu pula, Pemerintah Indonesia mendorong keterlibatan pemimpin negara, parlemen, menteri, pemimpin daerah, dan otoritas pengelola air (basin authorities) dalam WWF nanti. Kerja sama global penting untuk memperkuat political-will dalam mengatasi masalah air.
Baca Juga: Erupsi Gunung Ruang Semalam, Stasiun Pemantau Rusak
Kesuksesan WWF ke-10 tak hanya ditentukan dari kelancaran acara, melainkan juga dari komitmen jangka panjang setiap negara untuk isu-isu air. Kesepakatan yang dihasilkan harus sejalan dengan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan komunitas internasional.
Endra menegaskan, Indonesia siap untuk mengambil peran aktif dalam mengimplementasikan dan memantau kemajuan dari kesepakatan di dalam forum. Sebagai tuan rumah WWF ke-10, Indonesia berkesempatan untuk memimpin perubahan dengan mendorong pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Indonesia akan memperkenalkan inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan di bidang pengelolaan air. Ini termasuk pemanfaatan teknologi untuk efisiensi air dalam berbagai sektor seperti pertanian, pertambangan, industri dan pengelolaan daerah aliran sungai, serta strategi adaptasi dan mitigasi terhadap bencana hidrometeorologi. [WLC02]
Discussion about this post