Semasa hidupnya, Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar, juga menegaskan kasus pembunuhan Udin tidak akan kedaluarsa. Menurut dia, dalam kasus ini, belum ada terdakwa yang sudah menerima vonis bersalah dari hakim, sehingga tidak bisa diberi tenggat waktu kedaluarsa 18 tahun.
Baca Juga: BNPB Imbau Warga Malang Antisipasi Banjir Susulan
“Nonsense kalau kasus Udin dikatakan akan kadaluwarsa,” ujar Artidjo seusai berbicara dalam diskusi “Refleksi Akhir Tahun Penegakan Hukum: Antara Cita dan Fakta,” di Aula Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yogyakarta, Kamis, 26 Desember 2013.
Artidjo mengatakan sudah pernah menyatakan pendapat ini dalam diskusi mengenai kasus Udin di Dewan Pers, beberapa waktu sebelumnya. Menurut dia, saat itu semua pihak dalam diskusi tersebut juga sepakat kasus Udin tidak akan pernah kadaluwarsa.
“Belum ada terdakwanya, tidak mungkin kadaluwarsa,” kata Artidjo.
Dia menjelaskan, suatu kasus pidana bisa dianggap memiliki masa kadaluarsa apabila ada terdakwanya, tapi kemudian melarikan diri. Status kasus pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh terdakwa tersebut bisa diberi masa tenggat kadaluwarsa.
“Kalau ditemukan tersangkanya, sampai kapan pun kasus ini harus diproses oleh penegak hukum,” ujar dia.
Baca Juga: Mengenal Test Anxiety Disorder, Cemas Luar Biasa Hingga Pingsan
Jurnalis bekerja memenuhi hak publik dan sudah sepatutnya mendapat perlindungan dari negara. Celakanya, perlindungan terhadap kerja jurnalistik di Indonesia sangat rendah.
“Tren kekerasan terhadap jurnalis pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo menunjukkan rendahnya perlindungan hukum terhadap jurnalis,” kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta, Rimbawana.
Data AJI Indonesia menunjukkan sepanjang 2021 terdapat 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Bentuknya teror, intimidasi, kekerasan fisik, pelarangan peliputan, serangan digital, penuntutan hukum, penghapusan peliputan, dan satu penahanan. Polisi menempati urutan pertama sebagai pelaku kekerasan.
“Sebagian besar kasus kekerasan terhadap jurnalis mandek dan tidak ditangani dengan serius hingga ke pengadilan,” imbuh Rimbawana.
Baca Juga: Alue Dohong: Pengelolaan Hutan Indonesia Berubah Menjadi Landscape Forest Management
Data itu menjadi catatan buruk bagi kepolisian dan tentara karena mereka paling dominan sebagai pelaku kekerasan. Situasi ini tidak baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia.
Rimbawana mengingatkan, bahwa media massa punya peran penting menjaga prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Media massa bertanggung jawab menjalankan fungsinya sebagai anjing penjaga. Tugas jurnalis mengawasi jalannya pemerintahan.
Kerja jurnalis dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 6 di antaranya juga berbunyi pers melakukan pengawasan, kritik, koreksi, saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Siapa pun yang menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana paling lama dua tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta. [WLC02]
Discussion about this post