Baca Juga: Korban Longsor Natuna 46 Orang, Longsor di Lampung 2 Orang Tewas
Meskipun ketinggian Merapi yang mencapai 2.900 Mdpl menyebabkan awan panas terbawa angin kencang dan berubah menjadi debu vulkanik, tetapi tidak meningkatkan suhu secara signifikan.
“Proses erupsi Merapi tidak memengaruhi suhu. Namun, aerosol yang dihasilkan mungkin akan berpengaruh dalam menaikan maupun mengurangi suhu, tergantung angin,” terang Emilya.
Namun erupsi tersebut sempat meningkatkan suhu di tingkat lokal kawasan Merapi dalam waktu sekitar 1-2 jam sehingga tidak banyak memengaruhi suhu udara di DIY dan sekitarnya. Kenaikan suhu tersebut karena debu vulkanik dari erupsi Merapi menutupi radiasi ke bumi sehingga panas yang akan dilepaskan ke atmosfer terganggu.
Baca Juga: Antisipasi Awan Panas Susulan, Wisata Alam Merapi Tutup Sementara
“Jadi peningkatan suhu itu sangat lokal (kawasan Merapi) dan tidak lama,” imbuh Emilya.
Kenaikan suhu sekitar 1- 2 jam itu juga tidak meningkatkan potensi hujan di Yogyakarta. Guguran awan panas yang menuju arah barat tidak meningkatkan aerosol yang menjadi inti kondensasi awan sehingga tidak menyebabkan hujan di Yogyakarta.
Adanya peningkatan suhu yang minim akibat erupsi Merapi, salah satunya karena Indonesia adalah negara tropis dengan lapisan troposfer atau lapisan terendah atmosfer dengan ketebalan 18 km. Kondisi tersebut menyebabkan debu vulkanik di lapisan troposfer dapat langsung dilepaskan karena tidak masuk ke lapisan stratosfer atau lapisan kedua atmosfer bumi.
Baca Juga: Aktivitas Megathrust Nias Simeulue Picu Gempa Dangkal Laut Singkil
Kondisi berbeda terjadi di negara-negara kawasan Eropa yang memiliki lapisan troposfer hanya 6 km. Tipisnya lapisan troposfer menyebabkan debu vulkanik yang dihasilkan erupsi gunung di wilayah Eropa tidak hanya masuk ke lapisan troposfer, tetapi hingga lapisan stratosfer.
Emilya mencontohkan saat erupsi Gunung Eyjafjallajoekull pada 2010 silam. Debu vulkanik dari erupsi tersebut masuk hingga lapisan stratosfer yang berdampak pada iklim di kawasan Eropa.
Debu vulkanik erupsi masuk sampai lapisan stratosfer dan terjerat di sana. Dampaknya masih tersaa sampai sekarang mengingat musim dingin di Eropa lebih parah. Begitupun saat musim panas menjadi sangat panas karena masih ada debu vulkanik di stratosfer.
“Kondisi itu berbeda dengan erupsi Merapi pada 2010,” kata Emilya. [WLC02]
Sumber: UGM, Kementerian ESDM
Discussion about this post