Wanaloka.com – Dalam dua bulan terakhir, Juni-Juli, tiga wisatawan terjatuh di Gunung Rinjani. Ada Juliana Marins, 26 tahun, asal Brasil yang terjatuh pada 21 Juni 2025 di kedalaman hampir 600 meter. Ia ditemukan dalam kondisi tewas.
Kemudian Nazli bin Awang Ma’had yang terjatuh saat menuju Danau Segara Anak pada 27 Juni 2025. Dia mengalami lebam dan luka di beberapa bagian tubuh.
Selanjutnya, Benediks Emmenegger, 46 tahun, asal Swiss, yang jatuh sebelum jembatan menuju Danau Segara Anak pada 16 Juli 2025. Ia mengalami patah beberapa tulang.
Baca juga: Wisatawan Gunung Rinjani Asal Belanda Jatuh di Kedalaman 20-30 Meter
Sehari kemudian, wisatawan Belanda, Sarah Tamar van Hulten, 26 tahun yang terjatuh, 17 Juli 2025. Ia mengalami luka bagian kepala. Baik wisatawan Swiss maupun Belanda dapat dievakuasi menggunakan dengan helikopter.
Menaklukkan diri sendiri
Peristiwa ini menegaskan kembali pentingnya mitigasi risiko dalam pengelolaan wisata alam. Apalagi pariwisata alam berbasis petualangan terus mengalami peningkatan popularitas dalam beberapa dekade terakhir. Gunung sebagai lanskap yang menjanjikan keindahan sekaligus tantangan, kini menjadi destinasi favorit para wisatawan lokal hingga mancanegara. Namun, lonjakan kunjungan tidak selalu diimbangi dengan kesiapan sistem keselamatan.
Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Prof. Baiquni menilai Gunung Rinjani memiliki karakter topografi yang tidak bisa dianggap remeh. Berdasarkan pengalaman pribadinya mendaki Rinjani tahun 1983, medan yang terbentuk dari aktivitas vulkanik menghasilkan tebing curam, kaldera tajam, dan paparan gas sulfur yang berisiko tinggi bagi pendaki pemula.
Baca juga: Bahaya Melepas Ular Peliharaan ke Alam, Sayangnya Belum Ada Aturannya
“Gunung Rinjani terbentuk dari intrusi magma yang mengangkat Pulau Lombok. Kaldera yang curam, tebing-tebing tajam, serta keberadaan danau Segara Anak membuatnya berbeda dari pegunungan non-vulkanik seperti Alpen atau Andes,” papar dia, Kamis, 17 Juli 2025.
Bagi Baiquni, risiko pendakian bukan semata berasal dari kondisi fisik gunung, tetapi juga ketidaksiapan psikologis dan kurangnya edukasi bagi wisatawan.
Banyak pendaki yang menganggap medan Rinjani sama dengan gunung-gunung populer lainnya. Padahal medan vulkanik memiliki potensi bahaya berbeda. Tanpa pemahaman yang cukup, reaksi tubuh terhadap lingkungan ekstrem dapat menyebabkan keputusan yang keliru dan membahayakan.
Baca juga: Mailinda Eka Yuniza, Bauran Energi Indonesia Masih Didominasi Energi Fosil
“Wisatawan yang belum terbiasa dengan karakter gunung vulkanik bisa linglung, bahkan halusinasi ketika terpapar sulfur atau saat berada di ketinggian dengan oksigen tipis,” kata dia.
Pendakian bukan hanya soal kekuatan fisik, melainkan kemampuan mengelola ego dan emosi. Ia juga menyoroti pentingnya pembinaan mental dan kesadaran diri karena pendakian bukan soal menaklukkan alam, tetapi lebih kepada mengelola hasrat dan batas.
Dalam konteks ini, pendakian menjadi ruang kontemplatif yang menantang pelakunya untuk mengenali dirinya sendiri. Tanpa pengendalian diri, keinginan mencapai puncak bisa berubah menjadi sikap nekat yang justru membawa risiko fatal.
Baca juga: Lagi, Wisatawan Asal Swiss Jatuh di Gunung Rinjani dan Alami Patah Kaki
“Saya selalu ingat quote dari Reinhold Messner, it’s not the mountain we conquer, but ourselves (bukan gunung yang kita taklukkan, tetapi diri sendiri),” ucap Baiquni.
Perbaiki manajemen destinasi
Dalam manajemen destinasi, Rinjani sebenarnya telah menerapkan sistem buka-tutup jalur berdasarkan musim. Penutupan jalur saat musim hujan merupakan strategi konservasi sekaligus pencegahan kecelakaan akibat cuaca ekstrem. Namun, ia mencatat masih ada wisatawan yang nekat melanggar aturan ini, bahkan menyusup masuk jalur pendakian yang belum dibuka resmi.
“Biasanya, Januari hingga Maret ditutup. Ini bagian dari strategi visitor management yang sangat penting, agar unsur alam bisa pulih dan pendaki bisa merencanakan kunjungan dengan aman,” ujar dia.
Baca juga: Berdalih KEK Mandalika, Ratusan Warung Pedagang Tanjung Aan Dibongkar Paksa
Discussion about this post