Wanaloka.com – Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, praktik pengelolaan hutan mencerminkan upaya untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang menitikberatkan pada dua hal, yaitu keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat melalui program perhutanan sosial. Terlebih pascaterbit UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang direvisi menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Kebijakan ini diperkuat dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Pada era ini, masyarakat diberi hak untuk mengelola kawasan hutan sebagaimana perizinan yang diberikan kepada swasta. Masyarakat diberi fasilitasi pengembangan usaha, permodalan, serta pendampingan untuk mengelola kawasan hutan demi kesejahteraan dan kelestarian.
“Perubahan kebijakan ini sebagai bentuk aksi koreksi Pemerintah menuju pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono saat memberikan sambutan dan keynote speech pada Webinar Nasional Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University (HAE IPB) Seri 3 di Bogor, Jawa Barat pada 15 Juni 2024.
Baca Juga: Perjuangan Masyarakat Adat Awyu dan Moi Selamatkan Hutan Papua, DPR Sebut Miskomunikasi?
Di hadapan lebih dari 800 peserta yang hadir secara daring, Bambang menekankan bahwa kolaborasi dan keterlibatan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam upaya pelestarian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
“Saat ini, masyarakat memiliki posisi sangat penting dalam pengelolaan hutan. Baik sebagai pemangku kepentingan, sumber pengetahuan lokal, pengguna sumber daya, pengawas, partisipan dalam pengambilan keputusan, maupun pengelola hutan,” jelas Bambang.
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan ekonomi berkelanjutan seperti ekowisata, agroforestry, dan usaha kecil menengah berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) melalui perhutanan sosial akan memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat sekaligus menjaga kelestarian hutan. Kelembagaan usaha dan akses pasar untuk komoditas hasil hutan berbasis Integrated Area Development (IAD) dibangun dan dikembangkan agar tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Baca Juga: Ini Poin-poin Revisi UU KSDAHE yang Disetujui Masuk Sidang Paripurna DPR
Discussion about this post