Kemudian boulder climbing yang tidak menggunakan pengaman. Dengan rute pendek dan dinding miring sampai 90 derajat. Batas waktunya 5 menit dan mendapat kategori finish apabila dua tangan mencapai titik.
Baca Juga: Harto Memilih Urung Mendaki Hingga Puncak Elbrus, Ini Alasannya
Risiko Cedera dan Penanganan
Bagian tubuh yang paling sering cedera pada atlet panjat tebing adalah upper body. Dengan urutan mulai jari, tangan, bahu, pergelangan tangan, punggung bawah, lutut, dan siku. Untuk proses dari cedera olahraga sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu cedera akut dan cedera kronik.
Di Indonesia, cedera yang paling sering muncul pada atlet panjat tebing adalah cedera kronik karena latihan berat, kurang tepatnya strategi pemulihan yang tepat, dan terjadi secara berulang pada waktu yang lama. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi cedera akut juga.
Baca Juga: Ancaman Bencana Hidrometeorologi, Gempadewa: Hentikan Tambang
Dalam penanganan cedera akut akan ada penerapan RICE, yaitu Rest, Ice, Compress, dan Elevate. Penanganan tersebut tidak efektif selama kurang dari 15 menit dengan penekanan di area yang cedera dan harus secara berulang selama 3 sampai 4 jam. Manfaatnya adalah mengurangi nyeri dan merelaksasikan otot.
“Yang paling penting, jangan melakukan pijat atau urut. Saya juga bekerja sama dengan fisioterapis. Mereka tahu area-area mana saja yang harus mendapat pijat dan tidak,” papar Sophia.
Sedangkan untuk penanganan cedera kronis terdapat pada terapi dan pemberian obat-obatan sesuai dengan keluhan atlet. [WLC02]
Sumber: Universitas Airlangga
Discussion about this post