Wanaloka.com – Meskipun sejumlah daerah sudah memasuki musim penghujan, bahkan banjir seperti di Semarang, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat memprediksi cuaca panas dengan suhu maksimum mencapai 37,6°C diperkirakan akan berlanjut hingga akhir Oktober atau awal November 2025. Kondisi ini dialami beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimantan, Papua, Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Posisi gerak semu matahari yang berada di selatan ekuator menjadi penyebab utama dari cuaca panas tersebut.
Baik Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PLSH) UGM, Prof. Djati Mardiatno maupun Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, Sonni Setiawan mengatakan cuaca panas yang terjadi memang merupakan fenomena periodik, di mana setiap tahun pasti akan datang. Mengingat saat bulan Oktober, posisi Matahari berada hampir tepat di atas Pulau Jawa dan Bali, sehingga kedua wilayah ini menerima intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi.
Di sisi lain, keduanya menekankan, bahwa peningkatan suhu beberapa waktu terakhir dirasakan lebih ekstrem daripada biasanya. Daerah-daerah dengan bangunan padat akan merasakan cuaca yang lebih panas, seperti daerah perkotaan.
Baca juga: Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
“Adanya alih fungsi lahan, bangunan-bangunan semakin banyak, menyebabkan panas yang lebih ekstrem,” jelas Djati, Jumat, 24 Oktober 2025.
Cuaca panas yang berlebih membuat masyarakat memilih menggunakan pendingin ruangan seperti Air Conditioner (AC) dan kipas angin ketika di dalam ruangan. Namun, penggunaan AC selain membantu untuk meredakan panas tersebut dengan hawa dingin, AC juga mengeluarkan udara panas.
“Jadi karena banyak yang menggunakan AC, juga menambah udara panas,” ungkap dia.
Permasalahan sekarang ini, walau sudah memasuki musim hujan tetapi masih terasa panas. Fenomena tersebut mengacu pada radiasi dari Matahari, kemudian memantul saat sampai ke Bumi. Apabila ada awan, panas yang dipantulkan dari Bumi sebagian akan tertahan dan balik lagi ke Bumi, sehingga cuaca akan terasa lebih panas.
Baca juga: Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
Untuk mengurangi efek panas agar tidak terlalu ekstrem tidak bisa dilakukan dengan sesaat, tetapi memerlukan waktu yang lama untuk melakukannya. Salah satu caranya adalah memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH), menambah penanaman pohon-pohon di lingkungan sekitar.
“Tutupan-tutupan pohon akan membantu mengurangi rasa panas, bahkan memberikan rasa yang lebih sejuk,” imbuh dia.
Djati juga menyarankan masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah sakit. Tidak keluar ketika sedang panas terik yang biasanya berlangsung antara pukul 10.00 hingga pukul 14.00 apabila tidak memiliki keperluan mendesak.
“Jika terpaksa keluar, lindungi badan dari sinar Matahari agar tidak terdampak langsung dengan tubuh,” kata dia.






Discussion about this post