“Media kultur jaringan in vitro di laboratorium dapat menggantikan peran mikroba simbiotik. Bahkan meningkatkan keberhasilan perkecambahan,” terang dia.
Optimasi media perkecambahan benih di laboratorium untuk Phalaenopsis sudah dilakukan, sehingga dapat mendorong perkecambahan dan pertumbuhan bibit menjadi lebih baik untuk menghasilkan bibit bermutu. Berbagai pendekatan lain melalui bioteknologi tanaman dapat dilakukan untuk mendukung pengembangan anggrek.
Baca Juga: Benito Heru: Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca Lewat Pertanian Organik
Dalam proses tersebut, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan anggrek di Indonesia. Pertama, keterbatasan jumlah pemulia untuk pengembangan varietas baru. Kedua, massalisasi produk yang lambat untuk menempatkan anggrek-anggrek yang dihasilkan dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Ketiga, ketergantungan pada sarana pendukung produksi yang masih harus diimpor. Keempat, perlu investasi besar dalam usaha agribisnis anggrek.
Baca Juga: Ini Cara Mahasiswa Unair Sulap Sampah Plastik Jadi Material Bangunan
“Anggrek juga membutuhkan waktu yang lama sekitar 6-7 tahun untuk menghasilkan varietas baru,” ungkap dia.
Menurut Dewi, butuh passion, ketekunan, modal, kesabaran, konsistensi dan endurance untuk mengembangkannya. Dukungan bersama berbagai pihak untuk mendorong pengembangan anggrek Indonesia sangat dibutuhkan, demikian harapan Dewi. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post