Baca Juga: Waspada Potensi Cuaca Ekstrem Masa Peralihan Kemarau hingga 9 Juni 2024
“Silakan bandingkan dengan lahan yang dikuasai para pengusaha,” imbuh Din.
Ketiga, pemberian tambang ‘secara cuma-cuma’ kepada NU dan Muhammadiyah berpotensial membawa jebakan. Menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem IUP dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020.
Din menjelaskan, sistem IUP ini tidak sesuai Konstitusi. Tidak menjamin bahwa perolehan Negara (APBN) harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang. Selain sistem IUP selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oknum pejabat Negara yang diberi wewenang. Mulai dari Bupati, Gubernur, hingga Dirjen mengeluarkan IUP untuk menjadi wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi.
Baca Juga: Menteri Siti Ajak Menteri Sri dan Menteri Norwegia Melihat Orangutan di Bukit Lawang
“Jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut, maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi?” tanya Din.
Keempat, pemberian konsesi tambang batu bara kepada ormas dalam keadaan politik nasional yang kontroversial akibat Pemilu Pilpres akan mudah dipahami sebagai upaya kooptasi, peredaman tuduhan ketakadilan. Din menduga, di baliknya akan memuluskan jalan penguasaan ekonomi oleh pihak tertentu dan kaum kleptokrat di pemerintahan.
“Harapannya, NU dan Muhammadiyah bungkam terhadap kemungkaran di depan mata,” duga Din.
Baca Juga: Konsesi Tambang Ormas Keagamaan, NU Siapkan SDM dan Muhammadiyah Tak Buru-buru
Atas kondisi tersebut, yang perlu dilakukan pemerintah menurut Din adalah aksi afirmatif, yakni menyilakan penguasaha besar maju, tapi rakyat kebanyakan diberdayakan, bukan diperdayakan.
“Dan sebagai warga Muhammadiyah, Din mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil atau Presiden Jokowi itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa (problem maker), bukan bagian dari masalah (a part of the problem),” tegas Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta Selatan itu. [WLC02]
Discussion about this post