Wanaloka.com – Aksi penjarahan ruang hidup masyarakat adat berupa hutan di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, sedang direncanakan pengusaha yang berkolaborasi dengan pemerintah. Deforestasi terencana ini, menarget hutan seluas 20.706 hektare di kawasan yang terkenal sebagai surga peselancar dunia. Pemegang konsesinya adalah PT Sumber Permata Sipora (SPS), yang sudah mengantongi berbagai macam perizinan dari pemerintah pusat.
Kini, tinggal menyisakan Analisis Dampak Lingkungan (Andal) saja, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), kawasan yang setara dengan sepertiga pulau ini, bakal ludes dibabat atas nama investasi. Perusahaan tersebut memiliki kendali penuh. Ada delapan desa yang berada di wilayah konsesi. Hutan selama ini menjadi sumber pangan, ekonomi dan mata air untuk aktivitas sehari-hari warga desa, serta nadi kebudayaan masyarakat adat Mentawai.
Depati Project — sebuah platform jurnalisme yang dirancang jurnalis dari Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) untuk memperkuat kolaborasi antar media massa yang memungkinkan pengarusutamaan isu lingkungan dengan pendekatan liputan mendalam dan investigasi — menginiasi liputan kolaborasi enam media massa, yakni Tempo, KBR Media, law-justice.co, langgam.id, ekuatorial.com dan mentawaikita.com.
Liputan ini mengungkap rencana deforestasi terencana di Pulau Sipora dari beragam sudut pandang. Mulai dari hak asasi manusia, kebencanaan, pesisir, dampak kepada pariwisata, masyarakat adat, sampai dugaan patgulipat perizinannya. Liputan ini sudah tayang sejak awal September ini.
Sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada publik, Depati Project menggelar diseminasi di 6 kota di Indonesia. Dimulai di Ambon pada 23 September 2025, Lampung pada 25 September, Padang 26 September, Gorontalo 27 September dan Kendari 28 September. Puncak diseminasi digelar di Jakarta pada 30 September 2025.







Discussion about this post