Wanaloka.com – Lima orang pemburu badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang masuk daftar pencarian orang (DPO) berinisial yaitu AT, SAH, LEL, SAY, dan IS dari Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, berhasil ditangkap. Penangkapan dilakukan Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Polda Banten dalam Operasi Penindakan Perburuan Satwa Liar di TNUK pada tanggal 7 Mei-16 Mei 2024.
“Mereka bergabung dalam jaringan sindikat perburuan satwa yang beroperasi dengan menggunakan senjata api rakitan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan (KLHK), Rudianto S. Napitu pada 11 Juni 2024.
Operasi tersebut merupakan pengembangan dari kasus perburuan pemburu badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon yang telah ditangkap sebelumnya, yakni Sunendi alias Nendi bin Karnadi pada 2023. Dalam operasi tersebut, semula menangkap AT. Kemudian 4 DPO lainnya, yakni SAH, LEL, SAY, dan IS disebut menyerahkan diri.
Baca Juga: Masyarakat Dairi Tolak Pendanaan Cina untuk Tambang yang Memicu Bencana
Barang bukti yang berhasil disita dari kelima DPO adalah 3 senjata api rakitan, 15 butir peluru timah, bubuk mesiu, jerat sling baja dan peralatan lainnya. Selain melakukan penegakan hukum, Tim Operasi Gabungan dan Polda Banten telah menerima secara sukarela senjata api rakitan dari masyarakat sebanyak 429 pucuk senpi rakitan tahun 2023.
“Delapan orang masih DPO, berinisial SK, SH, ICUT, RAH, KR, NH dan WD,” imbuh Rudianto.
Berdasarkan keterangan Sunendi dan kelima DPO yang disertai bukti transaksi perdagangan cula badak, para pemburu badak Jawa ini terdiri dua kelompok. Kelompok yang dipimpin Sunendi yang beranggotakan 10 orang dan kelompok yang dipimpin RAH beranggotakan 4 orang. Mereka telah menjual cula badak Jawa kepada LHKW alias W melalui perantara berinisial Y. Baik LHKW dan Y tengah dalam proses penyidikan oleh Polda Banten.
Baca Juga: Komisi VI DPR Cecar Menteri Bahlil Soal Izin Konsesi Tambang untuk Ormas Agama
“Perburuan satwa liar menjadi ancaman serius dan berdampak luas terhadap kerusakan ekosistem dan habitat di Kawasan TNUK. Upaya pengelolaan dan pelestarian Kawasan TNUK harus dilakukan melalui strategi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari,” papar Rudianto.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani menyatakan penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi, termasuk badak Jawa merupakan komitmen Pemerintah untuk melindungi kekayaan keanekaragaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia.
“Perburuan satwa yang dilindungi merupakan kejahatan yang serius dan menjadi perhatian dunia internasional. Kami tidak akan berhenti untuk menindak. Kepada 8 orang DPO, segera menyerahkan diri,” ucap Rasio.
Baca Juga: Ali Awaludin, Tanpa Tindak Lanjut Darurat Sampah di Yogyakarta Jadi Masalah Menahun
Berdasarkan catatan kinerja Penegakan Hukum LHK sejak Tahun 2015 hingga 2024 telah dilaksanakan 504 Operasi TSL, 862 Operasi Perambahan, 767 Operasi Ilegal Logging, P.21 sebanyak 1553, 305 fasilitasi aparat penegakan hukum, gugatan perdata 21 incracht, 12 upaya hukum perdata dan 6 proses sidang perdata.
Kepala Balai TNUK Ardi Andono menambahkan pihaknya sudah berbenah dari mulai meningkatkan pengamanan dengan full protection system di area semenanjung, menggunakan teknologi drone thermal, kamera realtime, kerjasama dengan jajaran Polda Banten dan TNI. Serta mengubah metode pemasangan kamera sehingga perhitungan jumlah badak lebih akurat.
“Perubahan metode ini dimulai sejak Februari 2024.Salah satu keberhasilannya adalah ditemukannya anakan baru pada April 2024,” imbuh Ardi.
Baca Juga: Ada 700 Ribu M3 Material Vulkanik Pascaerupsi Marapi, BNPB Siapkan Pemasangan EWS
Vonis Tertinggi
Discussion about this post