Minggu, 26 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Eka Tarwaca, Konversi Lahan Karet Menjadi Kebun Sawit Keliru dan Berisiko

Monokultur sawit dalam skala luas berisiko menurunkan kualitas sumber daya lahan dan mengancam biodiversitas. Perlu pendekatan kebun campur sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan dan adaptif terhadap tantangan pertanian masa depan.

Jumat, 25 Juli 2025
A A
Dosen Fakultas Pertanian UGM, Eka Tarwaca Susila Putra. Foto Dok. Faperta UGM.
Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Rencana Kementerian Pertanian mengonversi jutaan hektare lahan karet menjadi kebun kelapa sawit menuai perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi. Dosen Fakultas Pertanian UGM, Eka Tarwaca Susila Putra menilai kebijakan tersebut mengandung risiko besar, baik dari sisi teknis maupun ekonomi.

Secara ekonomi, ketergantungan pada satu komoditas sangat rentan terhadap fluktuasi harga global. Dalam konteks pertanian modern yang penuh tantangan, pendekatan monokultur kerap kali menjadi titik lemah dalam menjaga keberlanjutan produksi. Seharusnya strategi diversifikasi menjadi fondasi dalam menyusun arah kebijakan nasional.

“Budidaya kelapa sawit secara monokultur dalam lanskap yang sangat luas memiliki risiko tinggi, terutama jika terjadi ledakan hama penyakit,” ujar Eka, Kamis, 24 Juli 2025.

Baca juga: Ranggah Kijang Bercabang Dua, Ranggah Rusa Bercabang Banyak

Kebun campuran jadi solusi

Dari sudut pandang agronomi, konversi ini juga dianggap tidak rasional. Eka menyarankan pendekatan revitalisasi kebun karet dengan replanting menjadi langkah yang lebih aman dan berkelanjutan.

Ia juga menekankan pentingnya penerapan pola kebun campuran sebagai solusi untuk menghadapi fluktuasi harga. Kebijakan yang hanya mengejar tren harga sesaat justru menciptakan siklus ketergantungan yang merugikan petani. Dengan pola kebun campuran, petani memiliki ruang adaptasi yang lebih baik terhadap gejolak pasar.

“Konversi komoditas ketika harganya jatuh bukan pilihan bijak karena situasi semacam ini sudah berulang kali terjadi. Kita selalu mengulang kesalahan yang sama,” tegas dia.

Baca juga: Konflik Tenurial, BAM DPR Dorong Keadilan Bagi Warga di Kawasan Hutan

Alasan konversi yang dikaitkan dengan strategi hilirisasi dan ketahanan energi, Eka menyebut argumen tersebut tidak relevan. Menurut dia, peningkatan produksi CPO untuk mendukung program biosolar bisa dilakukan tanpa memperluas areal sawit.

Ia mencontohkan, jika produktivitas CPO ditingkatkan dari 3,5 ton menjadi 7 ton per hektare, maka produksi nasional bisa dua kali lipat tanpa perlu konversi lahan. Ia juga mempertanyakan mengapa justru bukan industri primer karet yang dihilirisasi untuk menopang stabilitas harga. Optimalisasi hasil dari lahan yang sudah ada menunjukkan pilihan kebijakan yang cerdas dan efisien secara sumber daya.

“Peningkatan produktivitas dari kebun sawit eksisting lebih rasional dibanding membuka lahan baru, apalagi dengan mengganti karet,” kata Eka.

Baca juga: Ikan Nila dan Mujair Berbeda secara Morfologis, Tak Jauh Beda dalam Reproduksi

Ia juga memperingatkan langkah ini bisa merusak keberlanjutan industri karet nasional dan posisi Indonesia di pasar global. Jika produksi menurun drastis akibat konversi besar-besaran, maka Indonesia berpotensi kehilangan pangsa pasar yang selama ini sudah dibangun.

Ketergantungan tunggal pada sawit juga dinilai berbahaya karena rentan terhadap harga dan perubahan iklim. Kehilangan posisi dalam statistik produksi global juga akan memengaruhi kepercayaan pembeli internasional terhadap komoditas kita. Hal ini akan mempersempit peluang ekspor dan memperlemah daya tawar Indonesia di sektor pertanian global.

“Jika produksi karet kita turun drastis, Indonesia bisa kehilangan posisi strategis di pasar dunia dan berisiko menjadi net importir,” jelas Eka.

Baca juga: MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE, Dissenting Opinion Dua Hakim Sebut Ada Pelanggaran

Di tingkat petani, konversi ini tidak serta-merta menjanjikan peningkatan pendapatan. Sawit baru menguntungkan jika lahan yang dikelola minimal delapan hektare, sedangkan petani kecil rata-rata hanya memiliki lahan kurang dari dua hektare.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: CPOEka Tarwaca Susila PutraFakultas Pertanian UGMkebun campurankelapa sawitpohon karet

Editor

Next Post
Prasasti Yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Foto gocsrkaltim.com.

Prasasti Yupa Kerajaan Kutai Lebih Tua, Tapi Belum Masuk Memory of the World UNESCO

Discussion about this post

TERKINI

  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
  • Dosen Departemen Geografi Lingkungan UGM, Dr. Emilya Nurjani. Foto kagama.co.Emilya Nurjani, Sampaikanlah Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dengan Bahasa Mudah Dipahami
    In Sosok
    Jumat, 24 Oktober 2025
  • Ilustrasi kearifan lokal masyarakat adat Kasepuhan Girijaya di Sukabumi, Jawa Barat. Foto Dok. IPB University.Belajar dari Kearifan Lokal Kasepuhan Girijaya dan Tahura Atasi Perubahan Iklim
    In Rehat
    Kamis, 23 Oktober 2025
  • Ilustrasi Walhi tolak PLTGU Batang. Foto Dok. Walhi.Walhi Tolak Proyek PLTGU Batang, Gunakan Gas Fosil Penyebab Emisi Gas Rumah Kaca
    In Lingkungan
    Kamis, 23 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media