Wanaloka.com – Ekosistem karbon biru dinilai Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menjadi solusi berbasis alam untuk adaptasi pesisir sebagai bagian dari pembangunan ekonomi biru (blue economy development). Solusi berbasis alam itu memanfaatkan kekuatan organisme hidup untuk menangkap karbon dari atmosfer dan menyimpannya. Solusi tersebut mencakup hutan bakau, lamun, dan rawa asin. Lantaran kawasan Samudera Hindia memiliki sekitar 60 persen potensi solusi berbasis alam di dunia, sehingga menjadikannya kandidat ideal untuk meningkatkan inisiatif ini.
“Melindungi dan memperluas sumber daya yang tak ternilai ini tidak hanya mendorong pembangunan berkelanjutan, tetapi juga membantu negara-negara IORA dalam mencapai target dekarbonisasi mereka yang ambisius,” kata Deputi Bidang Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat saat memberikan sambutan dalam “The 4th Workshop of Blue Carbon Hub Think Thank – IORA” yang digelar Kemenko Marves bersama Indian Ocean Rim Association (IORA) Blue Carbon Hub di Bali pada tanggal 12-14 September 2023.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan setiap $1 yang diinvestasikan dalam restorasi, konservasi, dan adaptasi ekosistem pesisir menghasilkan nilai ekonomi yang berkisar antara $3-$75 di tingkat global.
Baca Juga: Christopher Stremme: EEHV Jadi Penyebab Kematian Misterius Anak Gajah
“Perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam dan jasa ekosistem secara efektif dapat mengoptimalkan operasi mereka, mengurangi jejak karbon, menghemat uang, dan berkontribusi terhadap keberlanjutan ekonomi biru dalam jangka panjang,” imbuh dia.
Terkait hal itu, hutan bakau, padang lamun, dan rawa pasang surut merupakan komponen integral dari sistem penyimpanan karbon di planet Bumi. Hutan bakau pun mampu menyerap karbon empat hingga enam kali lebih tinggi dibandingkan hutan tropis. Padang lamun dan rawa pasang surut juga berperan penting dalam menyerap karbon, sehingga berkontribusi terhadap keseimbangan karbon global.
Tak hanya itu, menurut penilaian bank dunia, ekosistem karbon biru ini tidak hanya berfungsi sebagai penyerap karbon alami yang efisien. Namun juga merupakan jalur kehidupan bagi masyarakat pesisir, mendukung ketahanan pangan keanekaragaman hayati, dan menyediakan makanan penting.
Baca Juga: PSN Pulau Rempang, Ombudsman Sebut Ada Potensi Maladministrasi
“Mereka memelihara perikanan dan mendorong industri pariwisata pesisir yang bernilai lebih dari $8 triliun per tahun, dengan industri makanan laut global melebihi $150 miliar per tahun,” kata Firman.
Discussion about this post