Wanaloka.com – Secara teori, tingkat pencemaran udara beberapa waktu belakangan yang terbilang cukup tinggi, salah satunya dipengaruhi udara musim kemarau dengan curah hujan dan kecepatan angin yang rendah. Sebab jika ada hujan, maka gas hasil pembakaran akan larut dengan air dan diturunkan ke permukaan sehingga udara kembali bersih.
“Dengan kondisi sekarang, di mana sudah lama tidak hujan dan kelembaban juga cukup rendah, keberadaan gas tadi jadi banyak,” terang pengamat iklim dan lingkungan UGM, Dr. Emilya Nurjani.
Meski demikian, cuaca dan iklim bukan menjadi satu-satunya penyebab tingginya angka pencemaran udara. Faktor pemicu dari aktivitas manusia mulai dari sarana transportasi, industri, hingga permasalahan sampah ikut berkontribusi pada persoalan ini.
Baca Juga: Tiga Pulau Indonesia Diguncang Lindu Hari Ini
Kecenderungan pada musim penghujan, kualitas udara lebih bagus dibanding musim kemarau. Namun saat pandemi Covid-19, kualitas udara juga cukup baik, meskipun tengah musim kemarau.
“Jadi itu bukan satu-satunya variabel. Meskipun penghujan, jika sumber pencemaran cukup tinggi, maka kualitas udara bisa buruk juga,” imbuh Emilya.
Masyarakat dapat memantau kualitas udara melalui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang diperbarui setidaknya satu kali dalam sehari. ISPU digunakan untuk menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu dan didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya.
Baca Juga: Budy Wiryawan: Aplikasi IKAN Dukung Keberlanjutan Konservasi Perikanan
Discussion about this post