Wanaloka.com – Dua bulan terakhir, Jakarta sempat menempati urutan pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi data dari situs IQAir. Pada 8 Agustus 2023, indeks kualitas udara di Jakarta berada pada level 124 AQI US dengan polutan utama udara adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 45 ug/m3. Nilai ini 9 kali lebih tinggi dari standar kualitas ideal World Health Organizations (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia yang memiliki bobot konsentrasi PM 2,5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.
Kondisi udara hari ini menjadi fakta bahwa Pemerintah tidak memiliki keseriusan dalam upaya mengatasi perbaikan kualitas udara. Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (IBUKOTA) juga menyayangkan dan mengkritik respon Penjabat Gubernur DKI Jakarta yang menganggap enteng persoalan pencemaran udara hari ini. Padahal paparan PM 2.5 dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit. Tidak hanya kepada masyarakat secara umum, tetapi juga masyarakat secara khusus yang rentan terhadap polusi udara.
Kualitas udara Jakarta semakin mengkhawatirkan ini menjelang putusan kasasi Citizen Law Suit (CLS) atas pencemaran udara. Sebelumnya, 32 warga mengajukan gugatan CLS terhadap Presiden, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Pengadilan Negeri Jakarta. Majelis Hakim memutuskan gugatan CLS oleh puluhan warga tersebut menang pada 16 September 2021.
Baca Juga: Emilya Nurjani: Pencemaran Udara Tinggi Dipicu Cuaca Musim Kemarau
Majelis Hakim secara terang menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo bersama tiga menterinya dinyatakan telah lalai menjalankan kewajiban dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pemerintah juga telah mengakibatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi buruk sehingga para penggugat CLS dan masyarakat ibu kota lainnya mengalami kerugian berupa kemunculan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara Jakarta.
Para penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pusat. Dan Majelis Hakim kembali menguatkan putusan tingkat pertama pada tanggal 17 Oktober 2022. Bukan menjalankan putusan hakim, Presiden dan Menteri LHK memilih mengajukan kasasi pada awal Januari 2023 yang tengah ditunggu putusannya dari Mahkamah Agung.
Koalisi IBUKOTA mengingatkan, hak atas udara bersih merupakan bagian dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak untuk hidup sehat. Hak tersebut dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 65 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Baca Juga: Tiga Pulau Indonesia Diguncang Lindu Hari Ini
“Atas pencemaran udara hari ini, Negara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak atas udara bersih,” tegas salah satu Tim Advokasi Koalisi IBUKOTA, Muhammad Isnur yang juga Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam siaran pers tertanggal 10 Agustus 2023.
Koalisi IBUKOTA juga menilai kondisi udara yang semakin memburuk ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan Majelis Hakim, bahwa Para Tergugat, dalam hal ini Presiden, tidak memiliki itikad baik untuk memperbaiki kualitas udara yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ironisnya, Jokowi menyatakan pindah ke ibu kota negara (IKN) baru adalah solusinya.
“Polusi udara Jakarta tidak memandang kelas sosial. Semua warga berisiko menghirup polutan, termasuk calon bayi dalam kandungan dan balita. Tumbuh kembang mereka juga ditentukan oleh kualitas udara yang dihirup. Untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, negara harus memenuhi hak warga untuk hidup di lingkungan yang sehat,” tegas Yuyun Ismawati, salah satu Penggugat dalam gugatan CLS pencemaran udara.
Baca Juga: Budy Wiryawan: Aplikasi IKAN Dukung Keberlanjutan Konservasi Perikanan
Discussion about this post