Wanaloka.com – Hingga akhir Juli 2025, ada enam provinsi yang telah menyatakan siaga-tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) setelah titik api terendus satelit maupun patroli satgas darat dan udara. Enam wilayah tersebut meliputi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, ditambah Kalimatan Timur sebagai wilayah prioritas.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menyatakan status siaga darurat karhutla hingga 31 Oktober 2025.
Data BPBD Sumatera Selatan menunjukkan bahwa hingga 23 Juli 2025, terdapat 1.104 titik panas dan 64 kejadian karhutla dengan total lahan terdampak sekitar 43 hektare. Data per 29 Juli 2025, tercatat sudah ada 47 hektare lahan mineral maupun gambut terbakar dan mengepulkan asap.
Baca juga: Pola Unik Pergerakan Kura-kura Moncong Babi Kadang ke Hulu Kadang ke Hilir
Secara nasional, dari Januari hingga Mei 2025, tercatat 983 kejadian karhutla dengan total luas 5.485 hektare. Namun, seluruh titik api aktif di Sumatera Selatan telah berhasil dipadamkan melalui kerja kolaboratif tim Satgas Karhutla, TNI, Polri, BPBD, dan masyarakat.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq berterima kasih dan mengapresiasi para personil yang telah memberikan sumbangsih dalam penanganan karhutla sejauh ini. Terhitung sejak tanggal 20-28 Juli 2025, penanganan karhutla terlihat hasilnya. Dalam sepekan terakhir, jumlah hot spot di Sumatera Selatan cenderung menurun.
Namun Hanif mewanti-wanti agar kesiapsiagaan tetap ditingkatkan. Terlebih pada sepuluh hari pertama bulan Agustus nanti Dimana wilayah Sumatera Selatan diprakirakan akan semakin kering dengan potensi hujan yang cenderung minim. Periode tersebut juga diperkirakan menjadi puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Sumatra, termasuk Sumatra Selatan.
Baca juga: Janji Menteri Kehutanan, Wisata Alam Bukan Wisata Massal Tapi Ekowisata
Upaya pencegahan tetap harus dikedepankan. Jika terdapat titik api, maka, langkah penanganan darurat harus dimaksimalkan.
“Pencegahan akan jauh lebih efektif dibandingkan penanggulangan apabila sudah terjadi kebakaran,” tegas Hanif saat Apel dan Simulasi Kesiapsiagaan Kebakaran Hutan dan Lahan Sumatra Selatan di Lapangan Upacara Griya Agung di Sumsel, Selasa, 29 Juli 2025.
Sementara Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menyampaikan, selain memberikan dukungan peralatan darat untuk penanganan karhutla, BNPB juga mengerahkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) dan water bombing melalui udara.
Baca juga: KKP Tingkatkan Pengelolaan Kawasan Konservasi Hiu dan Pari
Menurut Suharyanto, selama OMC sejak sepekan lalu, wilayah Kota Palembang dan sekitarnya terpantau turun hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Harapannya, langkah itu dapat mempercepat pemadaman karhutla.
“Kita ada OMC Sejak seminggu lalu dan terbukti ada hujan. Hari ini sudah ada mendung, nanti OMC kembali kami lakukan. Mudah-mudahan bisa turun hujan,” harap Suharyanto.
Secara teknis, OMC dan water bombing adalah dua hal yang sifatnya saling melengkapi. OMC dilakukan untuk menurunkan hujan di wilayah target sehingga proses pemadaman dan pembasahan tanah menjadi lebih maksimal.
Baca juga: Puncak Kemarau Agustus-September, Potensi Karhutla Meluas di Sumatera dan Kalimantan
Ketika OMC tidak mungkin dilakukan karena ketiadaan awan konvektif, maka water bombing dilakukan untuk membantu proses pemadaman dan penyekatan jalur yang berpotensi dilalui api. Water bombing juga dilaksanakan apabila lokasi yang terbakar tidak dapat dijangkau satgas darat.
“Helikopter water bombing per hari ini ada tiga unit yang melakukan operasi pemadaman di titik-titik yang tidak dapat dipadamkan hujan dan satgas darat,” imbuh dia.
Lokasi kebakaran di lahan mineral
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Karhutla, Hanif menggarisbawahi bahwa pengendalian karhutla harus menyentuh tiga fondasi utama, yakni pencegahan aktif, deteksi dini berbasis teknologi, dan penegakan hukum tegas terhadap pelaku pembakaran. Ia mendorong penggunaan sistem Fire Danger Rating System (FDRS) dari BMKG sebagai alat bantu utama untuk proyeksi risiko kebakaran secara real-time.
Baca juga: Kelomang Menjadi Indikator Kesehatan Lingkungan Laut
“Harapan kami, FDRS ini bisa menjadi basis kesiapsiagaan kami dalam penanggulangan karhutla di Sumatera Selatan. Semoga melalui teknologi ini, kami bisa lebih cepat mengantisipasi ancaman kebakaran yang makin dinamis,” tegas Hanif.
Discussion about this post