Wanaloka.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Prof. Dwikorita Karnawati menjelaskan, pemanasan global mengakibatkan emisi gas rumah kaca yang terdiri atas senyawa karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan Nitrogen Oksida (N20) memiliki kecenderungan meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Dampak perubahan iklim tersebut adalah kenaikan suhu bumi 1-2 derajat celcius yang mengakibatkan bencana kekeringan dan banjir di belahan dunia.
Lantaran kekeringan, kondisi ketersediaan sumber daya air pun makin rendah, baik di negara maju maupun negara berkembang. Kondisi tersebut mengancam ketahanan pangan global, sehingga menyebabkan krisis pangan semakin menguat dan merata.
Bahkan Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) memprediksi pada 2050 sekitar 500 juta petani yang menghasilkan 80 persen produk pangan global akan terkena dampak krisis pangan.
Baca Juga: Prof Ronny: Tren Lemak Hewan sebagai Bahan Bakar Dunia Penerbangan
“Kelaparan dimana-mana. Nanti tidak ada negara yang bisa saling menolong, karena kekurangan pangan masing-masing,” kata Dwikorita dalam Diskusi Temu Bisnis dan Forum Investasi bertajuk “Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim” di gedung University Club UGM pada 9 Juni 2023.
Dampak perubahan iklim kian nyata sehingga bisa mengganggu kestabilan ekonomi dan politik dunia. Bukan hanya dampak pandemi dan perang.
“Perlu dilakukan mitigasi untuk memantau buangan emisi gas rumah kaca dan mitigasi perubahan iklim agar dampak pemanasan global bisa dikurangi,” imbuh Dwikorita.
Baca Juga: Pemerintah Promosikan IKN Lewat Hari Lingkungan Hidup dan Ajakan Investasi
Di sisi lain, Indonesia saat ini disebut Dwikorita tidak lagi masuk dalam daftar 10 besar negara penyumbang emisi gas rumah kaca. Klaim tersebut didapat usai ada hasil pemantauan dari alat global greenhouse watch yang memonitor gas rumah kaca. Alat tersebut dipasang di seluruh dunia.
“Ternyata emisi kita di bawah rata rata global. Sebelumnya masuk 10 besar penghasil rumah kaca di dunia dan ini tidak bagus,” kata Dwikorita.
Dengan pemasangan alat pemantau emisi gas rumah kaca semakin bisa mengontrol emisi gas rumah kaca di tanah air. Alat tersebut menjadi pengawas atmosfer global, salah satunya di BMKG. Tugasnya memonitor gas rumah kaca penyebab utama terjadinya pemanasan global. Harapannya, pihaknya bisa memahami secara mendalam di mana sumber gas rumah kaca di tingkat lokal.
Discussion about this post