Wanaloka.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegaskan, bahwa permohonan praperadilan pagar laut yang diajukan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) pada 9 Januari 2025 silam tidak dapat diterima. Sebab hakim berpendapat permohonan tersebut masih premature.
“Tindakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melakukan penyegelan dan pembongkaran pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten sudah sesuai aturan,” ucap Hakim tunggal Guse Prayudi pada sidang praperadilan pembongkaran pagar laut di Tangerang, Senin, 24 Februari 2025.
Sebelumnya, pemohon berpendapat bahwa KKP telah melakukan penyegelan untuk kepentingan penyidikan, namun tidak segera menetapkan tersangka yang mengakibatkan peluang terjadinya perusakan barang bukti yang telah disegel semakin terbuka. Penetapan tersangka yang tidak segera dilakukan mengakibatkan tindakan termohon dapat dikategorikan sebagai bentuk penghentian penyidikan.
Baca juga: Gempa Dangkal 6,1 Magnitudo Guncang Boltim Sulawesi Utara
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk) menyatakan secara tegas bahwa tindakan yang diambil KKP telah berdasarkan kewenangan yang diberikan dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tidak asal-asalan apalagi menyalahgunakan wewenang.
“Komitmen kami tegas, tidak ada toleransi dan kompromi bagi pelaku pelanggaran yang mengancam keberlanjutan ekologi,” ujar Ipunk dalam siaran resmi di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025.
Kepala Biro Hukum KKP, Effin Martiana menambahkan, Hakim Pemeriksa dalam pertimbangannya menyatakan bahwa upaya yang dilakukan termohon masih dalam ranah pengawasan belum upaya penyidikan, sehingga gugatan premature. Dengan demikian permohonan praperadilan tidak dapat diterima.
Baca juga: Mengkhawatirkan, Kapasitas TPA Sampah Nasional Hanya Bertahan Hingga 2028
Putusan praperadilan merupakan putusan akhir yang tidak dapat dilakukan upaya banding sehingga putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
“Setiap tindakan tentunya ada konsekuensi gugatan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Tapi kami berhasil meyakinkan Majelis Hakim, bahwa semua yang dilakukan petugas di lapangan sudah sesuai prosedur berdasarkan kewenangan,” ungkap Effin.
Sebagai informasi, tindakan penyegelan yang dilakukan Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) telah sesuai dengan kewenangannya. Aturannya tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pengawasan Ruang Laut, yang menyatakan bahwa Polsus PWP3K berwenang menghentikan pelanggaran dan melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Baca juga: Penentuan Hilal dengan Hisab dan Rukyat, Awal Ramadan Diprediksi 1 atau 2 Maret
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya dokumen KKPRL untuk setiap kegiatan menetap di ruang laut. Izin dasar itu untuk memastikan kegiatan berjalan legal, tidak menganggu keberlanjutan eksosistem, serta tidak tumpang tindih dengan aktivitas menetap lainnya di ruang laut.
Discussion about this post