Bagi Indria, kendaraan listrik merupakan salah satu solusi untuk menangani krisis iklim yang dihadapi ke depan. Artinya, transisi energi merupakan hal penting yang diperlukan ke depan. Apalagi Indonesia menargetkan new renewable pada 2060.
“Apakah kita bisa transisi energi? Bisa,” ucap Indria.
Komitmen super Indonesia untuk mencapai target net zero 2060 memunculkan pertanyaan lain. Apakah Indonesia punya pengembangan mobil listrik?
Baca Juga: Tahun Politik 2024, Walhi Serukan Konsolidasi Keadilan Sosial Ekologis
“Indonesia jelas punya potensi, negara super kaya. Punya maritim dengan segala macamnya. Punya nikel,” kata Indria.
Indonesia sudah memiliki hukum tertulis berupa Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 mengenai korelasi antara kendaraan listrik dengan pengurangan emisi. Persoalannya, yang menjadi fokus tidak semata-mata pada kekayaan. Harus pula dipikirkan dampak bagi masyarakat dan lingkungan.
“Indonesia belum memikirkan dampaknya. Contohnya kesiapan infrastuktur. Stasiun pengisian kendaraan listrik di negeri ini belum tersedia dengan baik,” ungkap Indria.
Baca Juga: Yogyakarta Diguncang Gempa Dangkal 6,0 Magnitudo Aftershocks 29 Kali Terjadi
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Wahyu Eka Setyawan menambahkan bahwa pengembangan kendaraan listrik termasuk dalam komitmen transisi energi. Dan mengapa kendaraan listrik menjadi wujud target mencapai net zero emission?
“Karena emisinya tiga kali lebih rendah dari mobil konvensional. Ke depan tentu ada prediksi peningkatan kendaraan listrik di Indonesia. Itu disambut pemerintah Indonesia,” ungkap Wahyu.
Namun ada dilema yang muncul dan harus dipikirkan bersama.
“Akan jadi pertanyaan ketika produksi kendaraan listrik kita besar, tetapi pembangkit listrik kita masih dari batu bara,” jelas Wahyu.
Baca Juga: Kemarau Lebih Kering Tujuh Provinsi Ini Berpotensi Karhutla Lebih Besar
Alternatif rekomendasi, menurut Wahyu, Indonesia harus konsekuen dengan emisi. Perlu dipikirkan energi lain yang dibutuhkan selain listrik.
“Energi tidak melulu listrik. Kita memiliki energi lainnya,” terang Wahyu.
Ia pun mengingatkan terkait alternatif energi harus konsekuen dengan kebijakan, tidak menguntungkan beberapa orang saja. Jadi butuh komitmen jelas untuk negara ini.
“Kita butuh komitmen dan eksistensi untuk transisi energi. Bukan melarikan diri ataupun solusi palsu untuk memerangi perubahan iklim,” ucap Wahyu. [WLC02]
Discussion about this post