Wanaloka.com – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bersama perwakilan warga Kepulauan Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, hingga Nusa Tenggara melakukan aksi geruduk Konferensi Nikel dan Kobalt Indonesia yang berlangsung di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2024. Konferensi tersebut merupakan forum internasional yang diselenggarakan perusahaan riset pasar logam di Cina, Shanghai Metals Market (SMM). Konferensi pertama digelar pada tahun 2023 dan mengundang pejabat pemerintah Indonesia untuk berpartisipasi.
“Aksi geruduk ini menjadi peringatan, sekaligus pesan kepada investor, lembaga keuangan dan bank, serta para (calon) penikmat nikel Indonesia. Bahwa di balik seluruh ekstraksi nikel di Indonesia, terdapat kejahatan lingkungan dan kemanusiaan,” kata Pengkampanye Jatam, Alfarhat Kasman dalam keterangan tertulis.
Saat ini, ada sekitar 380 izin tambang nikel dengan luas konsesi hampir mencapai satu juta hektare. Dalam operasionalnya, terjadi pencaplokan lahan yang berdampak pada hilangnya ruang pangan dan konflik sosial, kekerasan dan intimidasi, hingga kriminalisasi, pencemaran air, udara, dan laut, serta perusakan kawasan hutan yang memicu hilangnya wilayah resapan air dan deforestasi.
Baca Juga: Dua Sindikat Pemburu Badak Jawa di Ujung Kulon, 6 Ditangkap dan 8 Buronan
Kebutuhan energi listrik untuk menopang operasi pertambangan nikel, termasuk stasiun pengisian ulang baterai kendaraan listrik di Indonesia, juga telah memicu perluasan pembongkaran batubara di pulau Kalimantan dan Sumatera. Dikutip dari artikel Berdasarkan data berjudul “Indonesia’s Dirty Nickel: Indonesia Jadi Zona Pengorbanan Industri EV”, Pemerintah Indonesia menargetkan produksi batu bara mencapai 710 juta ton pada tahun 2024.
Sementara proses pembakaran batu bara di PLTU industri nikel menyebabkan pencemaran udara sehingga kesehatan warga terganggu.
Discussion about this post