Wanaloka.com – Sidang kasus korupsi suap dan gratifikasi mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) mencapai titik baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut AGK dengan hukuman sembilan tahun dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam tuntutannya, JPU KPK Rony Yusuf turut menuntut uang pengganti sejumlah Rp109 miliar dan US$ 90 ribu dengan ketentuan apabila AGK tidak dapat membayar uang pengganti dalam kurun satu bulan sesudah putusan pengadilan, harta bendanya disita Jaksa dan dilelang. Rony menyatakan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, dipidana penjara selama lima tahun.
“Sidang AGK telah membuka kotak pandora ijon politik sekelompok elit ibu kota. Akrobat politik akhir-akhir ini mengafirmasi praktik ijon tersebut,” kata Juru Kampanye Jatam, Alfarhat Kasman dalam siaran pers Jatam tertanggal 23 Agustus 2024.
Baca Juga: Pakar UGM dan Anggota DPR Dorong Mitigasi Gempa Megathrust
Berdasarkan laporan singkat Jaringan AdvokasiTambang (Jatam), berbagai nama pengusaha tambang yang dipanggil untuk diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi AGK dan sebagian telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga terafiliasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
Karir Bahlil di BKPM, ESDM dan Golkar
Alfarhat menjelaskan, nama yang diduga terkoneksi dengan Bahlil adalah Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Hasyim Daeng Barang. Bahlil adalah mantan Menteri Investasi/BKPM sejak 2021 yang baru dilantik menjadi Menteri ESDM untuk menggantikan Arifin Tasrif pada 19 Agustus 2024. Sementara Hasyim Daeng Barang menjabat sebagai Direktur Hilirisasi Minerba BKPM sejak Juni 2022 ketika Bahlil masih menjabat sebagai orang nomor satu di BKPM.
Sebelum diangkat menjadi direktur di BKPM, Hasyim pernah menjabat sebagai Plt. Kepala Dinas ESDM Maluku Utara pada 2019, lalu diangkat menjadi Kepala Dinas ESDM Maluku Utara pada 2021. Di tahun yang sama, ia juga sempat menjabat sebagai Pj. Wali Kota Ternate.
Baca Juga: Data Pensiun Dini PLTU Batu Bara Belum Ada, Kian Ancam Lingkungan dan Kesehatan
Hasyim pertama kali diperiksa KPK pada 24 Januari 2024 dan kembali diperiksa pada 1 Maret 2024. Ia lalu dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Hilirisasi Minerba BKPM pada 6 Maret 2024. Namun, menurut situs resmi BKPM, Hasyim masih menjabat sebagai Direktur Hilirisasi Minerba dengan Menteri Investasi/BKPM Rosan Roeslani. Pada 2 Agustus 2024, ia kembali diperiksa terkait dengan dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang dilakukan AGK.
Selama menjabat sebagai kepala dinas, Hasyim diduga terlibat dalam pengurusan 13 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah di Maluku Utara. Ia dicopot dari jabatannya pada 17 Maret 2022 saat kasus ini ramai pada 2022 lalu. Adapun 13 IUP itu tersebar di Kabupaten Halmahera Timur sebanyak 10 IUP, ada pula 2 IUP di Halmahera Tengah, dan 1 IUP di Halmahera Selatan. Berselang empat bulan dari pencopotan tersebut, ia ditunjuk menjadi Direktur Minerba BKPM oleh Bahlil.
Dugaan nama lain yang terafiliasi dengan Bahlil, meskipun belum pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus AGK adalah Tressye Kainama. Tressye menjadi salah satu simpul yang menghubungkan banyak nama pengusaha dan perusahaan dengan Bahlil. Menurut penelusuran Jatam, Tressye merupakan Direktur PT Meta Mineral Pradana, perusahaan tambang milik Bahlil Lahadalia. Saham perusahaan ini dimiliki oleh PT Bersama Papua Unggul sebesar 90 persen. Bahlil tercatat memiliki saham sebesar 90 persen di perusahaan tersebut.
Baca Juga: Greenpeace, Revisi UU Pilkada Lumpuhkan Demokrasi dan Berdampak Pada Kebijakan Lingkungan
Ia bersama dengan Setyo Mardanus duduk sebagai petinggi PT MAP Surveillances. Setyo menjabat sebagai Direktur Utama MAP dengan kepemilikan saham sebesar 5 persen dan Tressye menjabat sebagai direktur. Keduanya juga memiliki saham di PT Karya Bersama Mineral. Setyo merupakan salah satu pengusaha tambang yang diperiksa KPK dalam dugaan korupsi suap dan gratifikasi AGK, pada 23 Juli 2024.
Ia dikenal sebagai pengusaha tambang yang terkoneksi dengan berbagai perusahaan melalui jabatan sebagai direktur atau komisaris, dan melalui kepemilikan saham. Pelbagai perusahaan tersebut antara lain: PT Berkarya Bersama Halmahera, PT Duta Halmahera Mineral, PT Buli Mineralindo Utama, PT Buli Berlian Nusantara, PT Duta Halmahera Lestari, dan PT Karya Bersama Mineral.
Setyo, sama halnya dengan Tressye, menjadi kunci untuk melihat jejak Bahlil dalam sektor tambang nikel di Maluku Utara, baik secara langsung maupun tak langsung. Ini terlacak dari nama Heder Albar, pengusaha yang dipanggil KPK terkait dengan kasus AGK pada 30 Juli 2024. Heder terkoneksi dengan Setyo Mardanus melalui tiga perusahaan, yaitu PT Duta Halsel Mining, PT Duta Halmahera Mining, dan PT Duta Halmahera Abadi, yang sahamnya dimiliki oleh PT Karya Bersama Mineral.
Baca Juga: Pengunjung Bisa Melihat Objek Langit Siang Hari di Observatorium Bosscha
Selain itu, ada nama Direktur PT Sala Dipta Anargya yang dikomandoi Muhammad Mathori. Perusahaan ini terhubung dengan Bahlil secara tidak langsung melalui Setyo Mardanus yang memiliki jejak di PT Karya Bersama Mineral sebagai direktur dan pemilik saham. Mathori diperiksa oleh KPK pada 15 Juni 2024 bersama-sama dengan Muhammad Thariq Kasuba, anak sulung AGK, dalam dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Nama lainnya adalah Helmy Djen yang diperiksa KPK pada 15 Juli 2024 sebagai saksi dugaan pidana pencucian uang. Ia terhubung dengan Bahlil melalui tiga perusahaan sekaligus, yaitu PT Duta Halmahera Lestari, PT Duta Halmahera Mineral, dan PT Berkarya Bersama Mineral. Ketiganya terkoneksi langsung dengan Setyo Mardanus sebagai pemegang jabatan komisaris utama dan pemilik saham.
Discussion about this post