Wanaloka.com – Sepotong rekaman video yang menggambarkan orang-orang Suku Anak Dalam (SAD) duduk dikelilingi petugas Polisi Kehutanan Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), aparat TNI dan Polri yang juga tengah duduk di Tebo dalam kawasan TNBT. Kawasan tersebut berada di wilayah Provinsi Riau dan Jambi.
Masyarakat adat ini tinggal di gubuk tanpa dinding. Bertiang ranting pohon, beratap terpal seadanya.
Seorang SAD dengan bertelanjang dada mewakili untuk menyampaikan keluh kesah mereka yang kesulitan mendapat penghidupan. Mereka selalu hidup berpindah tempat di kawasan hutan itu. Mereka diwajibkan untuk mematuhi aturan pemerintah untuk tidak membuka hutan. Namun beberapa aturan itu justru mempersulit upaya mereka untuk mencari makan.
“Saya buka di sini, katanya punya Taman Nasional Bukit 30. Jadi kami ini mau ditaruh di mana? Sedangkan binatang ada perhatian dari pemerintah. Diperuntukkan ditempatkan. Apalagi kami selaku manusia dan asli pribumi pertiwi, tumpah darah kami di sini.
Baca Juga: Kritik Walhi, Indonesia Tak Bisa Memimpin dengan Contoh Soal Tata Kelola Mangrove
Kami selaku manusia dan asli pribumi. Jadi kalau ada solusi yang dipersiapkan Bapak-bapak, kami tinggakan TNBT. Tapi kalau tidak ada solusi, dimana kami bisa kelola untuk kasih makan untuk anak istri kami?
Kami mohon maaf Pak, bukan kami tidak mematuhi. Selama ini, kami sudah cukup mematuhi. Bahkan sebatang sawit pun tak punya, karena mematuhi hukum pemerintah. Tidak boleh dibuka hutan itu, punya pemerintah. Memang betul aturan pemerintah. Tapi tanah, hutan, air seharusnya diperuntukkan untuk rakyat.
Jadi lahan mana yang bisa dibuka? Itu permohonan kami,” ucap perwakilan SAD tersebut.
Baca Juga: ESDM Uji Coba B40 untuk Kereta Api, Lalu Pertambangan dan Listrik
Video berdurasi berdurasi 1’09 dari akun TikTok Info Kabar Jambi itu viral beberapa hari lalu. Disebutkan ada dugaan “Penggusuran/Pengusiran Suku Anak Dalam” yang dilakukan aparat di sana. Kepala Balai TNBT Gebyar Andyono membantah adanya penggusuran maupun pengusiran SAD.
“Video itu merupakan potongan dari video utuh sepanjang 39’53” yang disebarluaskan sehingga memberikan informasi yang tidak utuh kepada publik. Namun TNBT memberikan apresiasi atas perhatian masyarakat terhadap pengelolaan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,” kata Gebyar dalam keterangan tertulis tertanggal 22 Juli 2024.
Ia menjelaskan video tersebut merupakan potongan rekaman proses mediasi yang dilakukan Balai TNBT bersama dengan Kepala Desa Semambu, Babinsa dan Babinkamtibmas dan Ketua Lembaga Adat Desa Semambu atas pembukaan Kawasan TNBT yang dilakukan SAD sejak bulan April 2024. Areal yang dibuka merupakan zona rehabilitasi yang telah dilakukan instalasi pada tahun 2015 dan merupakan wilayah jelajah Gajah Sumatera.
Baca Juga: Gugatan Iklim Pulau Pari Jadi Contoh Gerakan Keadilan Iklim Global
“Jadi tidak ada penggusuran maupun pengusiran SAD yang dilakukan petugas,” kata dia.
Gebyar menjelaskan tujuan mediasi adalah melakukan pendekatan kepada masyarakat SAD untuk memberikan pemahaman tentang fungsi kawasan TNBT dan peluang atau fasilitasi kegiatan masyarakat yang diperbolehkan dalam kawasan konservasi. Dalam mediasi tersebut juga disampaikan SAD dapat bekerja sama dengan Balai TNBT untuk pemberdayaan masyarakat.
“Namun tidak dalam bentuk penebangan pohon dan atau penguasaan lahannya,” imbuh Gebyar.
Menurut Gebyar, selama ini komunitas SAD mendapat akses penuh untuk memasuki Kawasan TNBT untuk mengambil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti damar, jernang, ikan, daun lipai, buah semangkok, rotan, madu dan berbagai jenis buah-buahan hutan lainnya.
Baca Juga: Masyarakat Adat Sihaporas Diculik Usai Menuntut Perampasan Tanah Adat
Sejak tahun 2018, Balai TNBT dengan mitra telah melakukan upaya pendampingan terhadap masyarakat binaan berupa peningkatan produksi getah damar dan dukungan pengembangan teknik budidaya kopi Robusta. Pengembangan itu dilakukan melalui peningkatan kapasitas masyarakat SAD yang diajak studi banding ke Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Lampung dan mendatangkan ahli ke masyarakat SAD yang tinggal di sekitar kawasan TNBT. Selain itu, juga dilakukan pemberian akses layanan Kesehatan Masyarakat dan Pendidikan.
Mitra Balai TNBT telah mencadangkan areal penghidupan untuk SAD yang diproyeksikan sebagai areal budidaya agroforestri yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan SAD.
“Balai TNBT akan terus berupaya mengimplementasikan program kegiatan pemberdayaan masyarakat, termasuk di dalamnya kelompok Suku Anak Dalam untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat,” kata Gebyar.
Baca Juga: Alasan KKP Manfaatkan Penukaran Utang untuk Konservasi Terumbu Karang
Jantung Kehidupan Dirampas
Hutan adat adalah jantungnya kehidupan masyarakat adat. Hutan adat tidak dapat dipisahkan dari masyarakat adat. Telah beratus-ratus tahun lamanya, hutan menjadi sumber daya penting yang menopang sekaligus menjamin kesejahteraan hidup masyarakat adat. Namun, negara kerap mengingkari keberadaannya.
Discussion about this post