Wanaloka.com – Usai mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2023, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menindaklanjuti dengan datang ke Kantor Staf Presiden (KSP) di Gedung Bina Graha, komplek Istana Kepresidenan Jakarta pada 25 Januari 2023. Mereka mendesak KSP merespon bencana banjir yang terjadi di wilayah Kendeng Utara, Jawa Tengah yang terjadi sejak November 2022.
Kepala KSP Moeldoko mendadak mengikuti rapat terbatas bersama Jokowi. Ia menugaskan tiga orang ahli utama KSP untuk audiensi bersama JM-PPK, yaitu dari Deputi I Triyoko M. Soleh Oedin, Deputi II Hageng Nugroho, dan Deputi IV Yohanes Joko.
“Banjir di wilayah Kendeng Utara semakin dahsyat dampaknya bagi masyarakat. Areal persawahan telah terendam banjir selama satu bulan,” kata perwakilan JM-PPK, Gunritno dalam pertemuan satu jam itu dilansir dari siaran pers yang diterima Wanaloka.com tertanggal 27 Januari 2023.
Baca Juga: Benda Misterius Melintasi Gunung Merapi, Ini Penjelasan BPPTKG
Banjir itu berdampak luas bagi masyarakat di wilayah Pati, Kudus dan Demak, terutama yang berprofesi sebagai petani. Selain merusak sumber penghasilan para petani, banjir juga sempat memutus akses jalan alternatif Pati-Kudus di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Kondisi Pegunungan Kendeng Utara yang dibiarkan gundul selama puluhan tahun ditengarai menjadi penyebab banjir kian parah dari waktu ke waktu. Termasuk maraknya aktivitas penambangan batu gamping di wilayah pegunungan kapur purba tersebut.
KLHS Perintah Jokowi Tak Kunjung Direalisasi
Guritno juga menyesalkan kedatangan para pejabat negara, seperti gubernur dan sejumlah menteri ke lokasi bencana tak ubahnya seperti pemadam kebakaran. Artinya, hanya merespon saat banjir terjadi, tetapi tidak bisa menyelesaikan akar masalah penyebab banjir.
“Seperti yang sudah-sudah, para pejabat hanya sebatas memberikan bantuan bibit atau menjanjikan pembangunan bendungan untuk menghadapi banjir,” kata Gunritno.
Baca Juga: Kepulauan Talaud Kembali Diguncang Gempa Susulan di Laut Maluku
Dan langkah-langkah itu dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, karena masalah utamanya adalah kerusakan daya dukung lingkungan di wilayah Kendeng Utara. Sementara para petani Kendeng Utara telah mengalami gagal panen di dua musim tanam secara berturut-turut. Kondisi itu mengancam kehidupan mereka yang merupakan bagian dari Sedulur Sikep, yakni masyarakat adat yang masih mengukuhi tradisi bertani.
Sementara solusi untuk mengatasi banjir di wilayah Kendeng Utara telah disediakan pemerintah melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kendeng jilid I dan II atas perintah Jokowi yang telah diselesaikan pada 2017/2018.
“Sayangnya, hasil rekomendasi KLHS itu belum juga dilaksanakan pemerintah hingga saat ini. Padahal itu satu-satunya solusi,” tegas Gunritno.
Baca Juga: Penyelamatan Naskah Kuno di Daerah Rawan Bencana dengan Digitalisasi
RPP Karst Mandeg di Setneg
Ia juga menyoroti masih maraknya penambangan batu gamping di kawasan karst Sukolilo, baik yang berizin maupun ilegal. Masyarakat pun telah dua kali melaporkan aktivitas tambang ilegal kepada pihak Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tetapi tidak membuahkan hasil.
Penegak hukum seolah tidak berdaya menghentikan aktivitas penambangan tersebut. Gunritno menilai aturan tentang kawasan karst yang ada saat ini, yaitu penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 17 Tahun 2012 tidak memadai dalam melindungi kawasan karst sehingga diperlukan aturan yang lebih kuat dan lebih melingkupi banyak aspek terkait lingkungan hidup.
Ia juga mempertanyakan posisi akhir Rancangan Peraturan Pemerintah Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst (RPP Karst) yang pernah disusun KLHK sejak 2012. Prosesnya diduga berhenti di Sekretariat Negara sejak 2016.
Baca Juga: Bambang Hudayana: Kerja Antropologi untuk Memuliakan Masyarakat Adat Belum Maksimal
Karst Regulator Air Alami
AB Rodhial Falah dari Acintyacunyata Speleological Club (ASC) menjelaskan fungsi batu gamping yang menyusun karst Kendeng Utara punya kemampuan menyerap air hujan sebanyak 30-50 persen. Dalam hitungan sederhana, jika curah hujan rata-rata di Pati sebesar 284 mm, maka jumlah air hujan yang mengguyur KBAK Sukolilo (yang memiliki luas 200,79 kilometer persegi) sebanyak 57 juta meter kubik.
Sebanyak 30-50 persen dari jumlah air akan terserap kawasan karst, selebihnya akan menjadi aliran permukaan (run off). Jumlah air yang terserap tersebut belum memperhitungkan serapan oleh hutan.
“Jadi kawasan karst Kendeng Utara merupakan regulator air alami,” kata Falah yang sejak 2007 bergotong royong bersama JM-PPK melakukan identifikasi potensi karst di Kawasan Kendeng Utara.
Baca Juga: Pengendalian HFC di Indonesia Mulai 2024 untuk Mencegah Pemanasan Global
Discussion about this post