“Sejak 2020, saya sampaikan enggak bisa kita terus-teruskan. Stop,” kata Jokowi.
Baca Juga: Pemerintah Genjot Produksi Nikel, Walhi Region Sulawesi: Perusakan Lingkungan akan Nyata
Salah satu ekspor bahan mentah yang sudah dihentikan adalah ekspor nikel dan menggantinya dengan produk turunannya berupa besi baja. Secara bertahap, pemerintah berencana untuk menghentikan ekspor bahan mentah tambang lainnya, berupa bauksit, tembaga, dan sebagainya untuk meningkatkan nilai tambah dari produk-produk tersebut.
“Kami ingin nilai tambah itu ada di Tanah Air. Selain memberikan penerimaan negara yang makin besar berupa pajak, royalti, penerimaan negara bukan pajak, juga bisa membuka lapangan kerja yang sebesar-besarnya untuk rakyat,” papar Jokowi.
Jokowi mencontohkan, jika nikel diekspor dalam bentuk bahan mentah, maka hanya akan menghasilkan USD1 miliar atau setara Rp14-15 triliun. Setelah ekspor nikel dilarang dan diganti besi baja, hasilnya melonjak menjadi USD20,8 miliar atau setara Rp300 triliun pada akhir 2021.
Baca Juga: Jokowi Cabut Izin Tambang, Jatam: Perusahaan Penyebab Kejahatan Lingkungan Tak Tersentuh
Sementara, lanjut Jokowi, Indonesia juga kaya akan tembaga, bauksit, timah, emas, dan sebagainya. Potensi membuka lapangan pekerjaan juga dinilai lebih besar.
“Bayangkan kalau nikel yang jadi besi baja saja bisa melompat menjadi Rp300-an triliun. Itu mungkin baru satu atau dua turunan. Nanti kalau turunannya sampai ke-10, ke-11, ke-12 nilai tambahnya berapa. Bauksit juga begitu, saya kalkulasi kira-kira juga hampir sama akan dapat berapa penerimaan negara dari ekspor-ekspor yang kita lakukan,” klaim Jokowi.
Jokowi mengungkapkan penerapan kebijakan penghentian ekspor bahan mentah tambang bukanlah tanpa tantangan. Awalnya, Indonesia dikecam negara-negara lain dan diadukan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, Jokowi menolak menghentikan kebijakan tersebut.
“Enggak tahu menang atau kalah, ini masih dalam proses di WTO. Ya kita harapkan menang. Tapi yang jelas enggak akan kita hentikan. Meskipun dibawa ke WTO, stop bauksit tetap jalan, stop tembaga nanti tetap jalan. Inilah yang namanya nilai tambah,” ujarnya.
Baca Juga: Pelarangan Ekspor Batu Bara Bukan Solusi, Harus Percepat Transisi Energi Terbarukan
Lantaran itu pula, Jokowi terus mendorong pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut. Selain itu juga mendorong kerja sama dengan negara lain, terutama dalam mendirikan industri pengolahan di Indonesia.
“Sekarang bukan eranya lagi menjual bahan mentah, kita harus melakukan hilirisasi industri. Kita harus memaksimalkan nilai tambah kekayaan alam yang kita miliki,” tegasnya.
Sementara dalam Catatan Akhir Tahun 2021 Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Region Sulawesi mengingatkan, bahwa penambangan nikel telah menimbulkan kerusakan lingkungan di Sulawesi. Mereka menuntut pemerintah untuk melakukan moratorium tambang nikel, meninjau ulang izin-izin tambang nikel, menyelamatkan hutan tropis, serta menyelamatkan rakyat dari kerusakan ekosistem lingkungan hidup yang berlangsung di Sulawesi. [WLC02]
Discussion about this post