Wanaloka.com – Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto menyampaikan hasil pengamatan di Pos Hujan Majenang menunjukkan curah hujan cukup tinggi di wilayah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah sebelum 13 November 2025. Meliputi 98,4 mm/hari dan 68 mm/hari pada 10–11 November 2025.
Setelah itu, hujan ringan masih berlangsung di wilyah tersebut sehingga mempertahankan kondisi tanah tetap basah. Hujan berhari-hari itu meningkatkan kadar air dalam tanah, sehingga hingga terjadi pergerakan tanah yang memicu longsor.
“Rangkaian hujan tersebut membuat kondisi tanah semakin basah dan lereng menjadi lebih rentan terhadap pergerakan,” ujar Guswanto di Jakarta, Sabtu, 15 November 2025.
Baca juga: Tuntut Air Bersih dan Listrik, Warga Kawasi Boikot Jalur Produksi Perusahaan Nikel
Dari sisi kondisi atmosfer, pola cuaca beberapa hari terakhir memang mendukung terbentuknya awan hujan di wilayah Jawa Tengah. Aktivitas fenomena MJO (Madden Jullian Oscillation) yang sedang melintas serta gelombang atmosfer lain di kawasan yang sama ikut memperkuat proses pembentukan awan tersebut.
Dalam skala lebih luas, peningkatan hujan juga dipengaruhi adanya pusaran angin di perairan barat Lampung dan selatan Bali, serta zona belokan angin di sekitar Jawa yang membuat pertumbuhan awan semakin intens.
“Kondisi atmosfer tersebut mendorong terbentuknya awan konvektif yang menimbulkan hujan sedang hingga lebat, disertai kilat atau petir serta angin kencang,” ujar dia.
Baca juga: Tanah Longsor di Cilacap, 3 Tewas dan 20 Orang Belum Ditemukan
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menambahkan, hasil pemantauan atmosfer menunjukkan kelembapan udara sangat tinggi di beberapa lapisan, yakni 850 mb, 700 mb, dan 500 mb, dengan nilai mencapai 70–100 persen. Kondisi udara yang basah di berbagai ketinggian ini mendukung pembentukan awan hujan dalam jumlah besar, sehingga meningkatkan potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat dan angin kencang.
BMKG telah mengeluarkan Peringatan Dini Cuaca dan Iklim Ekstrem yang menyebutkan bahwa wilayah Cilacap, termasuk Kecamatan Majenang, berpotensi mengalami cuaca ekstrem pada periode 11–20 November 2025.
“Pada rilis tersebut juga disampaikan hujan sedang hingga lebat diperkirakan dapat terjadi kembali pada 19–22 November 2025,” ujar Andri.
Baca juga: Warga Pulubala Dikriminalisasi, Mendesak Izin Perusahaan Sawit Dicabut
Solusi OMC
Memperhatikan situasi ini, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto menyatakan kesiapan untuk mendukung penanganan darurat pascabencana tanah longsor yang saat ini dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) diusulkan menjadi solusi efektif mengurangi ancaman hujan deras atau cuaca ekstrem dengan menurunkan intensitas curah hujan sebelum masuk ke daerah terdampak longsor.
“Skema penerapan OMC yang disiapkan berfokus pada pengamanan daerah bencana longsor sehingga daerah Majenang terbebas dari hujan deras yang berpotensi memicu longsor susulan atau mengganggu proses evakuasi,” terang Seto.
Nantinya, pos komando (posko) dan penempatan pesawat terbang diusulkan berlokasi di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung. Sebab lebih strategis serta memiliki jarak tempuh penerbangan menuju area terdampak yang lebih optimal untuk pengamanan longsor.
Baca juga: KKP Klaim Sertifikasi Udang Bebas Cs-137, Petambak Lampung Lapor Harga Masih Anjlok
Demi memastikan kelancaran dan efektivitas OMC, BMKG menyampaikan tahapan mekanismenya. Pertama, pemerintah daerah segera menempuh prosedur resmi dengan menetapkan Status Siaga Darurat Bencana bagi wilayah yang menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi.
Kedua, gubernur di wilayah terdampak mengajukan permohonan resmi pelaksanaan OMC kepada BNPB dan BMKG. Setelah permohonan disetujui, OMC dapat segera dilaksanakan.
Direktur Operasional Modifikasi Cuaca BMKG Budi Harsoyo menambahkan, pelaksanaan teknis operasi akan disupervisi dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh BMKG. BNPB akan memfasilitasi pendanaan operasional menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) yang diperuntukkan bagi penanganan darurat bencana.






Discussion about this post