Baca Juga: IPB Usul Mitigasi Ekosistem Karbon Biru Atasi Ancaman Perubahaan Iklim di Pesisir
Ia menambahkan, beroperasinya Vox Maxima kembali mengeruk laut memperlihatkan bahwa ada logical fallacy dari pemerintah saat ini. Di satu sisi, pemerintah menganggap ekologi adalah panglima-nya KKP. Di sisi lain, KKP juga memberikan izin pemanfaatan ruang untuk eksploitasi pasir laut kepada pertambangan pasir laut yang akan digunakan untuk menimbun laut itu sendiri.
Pemberian karpet merah terhadap pertambangan pasir laut ini juga sejalan dengan disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dengan dalih perlindungan dan pelestarian laut. Realitanya, beleid ini menjadi bencana bagi keberlanjutan ekologi dan kehidupan nelayan.
“Pertambangan pasir laut dan penimbunan pantai telah jelas dan tegas merupakan kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, tepatnya pada Pasal 35 huruf i dan l,” jelas Susan.
Baca Juga: Permintaan Bantuan Hukum Penggugat Iklim Pulau Pari Dikabulkan Pengadilan Swiss
Senada dengan hal tersebut, nelayan tradisional sekaligus Ketua Forum Peduli Pulau Pari, Mustaghfirin (Bobi) menjelaskan bahwa pertambangan pasir laut akan sangat berdampak bagi nelayan tradisional. Nelayan kecil menganggap pertambangan, baik di pulau kecil maupun perairannya adalah bentuk penjajahan baru bagi nelayan kecil.
Seharusnya pemerintah serius untuk menindak korporasi yang menambang ataupun pengeruk pasir laut. Nelayan di Pulau Pari telah mengalami bagaimana pasir laut dihisap untuk memperluas Pulau Tengah yang berada di gugusan Pulau Pari ini. Luas Pulau Tengah telah bertambah signifikan dibandingkan tahun 2011.
Dampaknya akses nelayan dibatasi untuk mencari ikan di sekitar Pulau Tengah, bahkan diusir ketika mendekat ke pulau itu. Budidaya rumput laut juga semakin menurun, bahkan sering gagal panen. Sebab rumput laut sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air laut di perairan Pulau Pari.
Baca Juga: Analisis Gempa Kepulauan Sangihe 6,9 Magnitudo
“Kami telah melaporkan kepada KKP, tetapi hingga saat ini tidak ada tindak lanjut ataupun hukuman kepada pemilik Pulau Tengah karena telah menghisap pasir laut untuk menimbun perairan di Pulau Tengah,” kata Mustaghfirin.
Beroperasinya kembali Vox Maxima dirasakan sangat mengganggu aktivitas nelayan kecil karena jalur yang dilewati adalah jalur tangkap nelayan kecil. Kapal itu menabrak sehingga alat tangkap nelayan rusak. Alat tangkap yang rusak, seperti bubu, jaring, tendak (rumpon) dan bubu kepiting. Wilayah tangkap nelayan yang dilewati kapal itu hanya berjarak sekitar 3 mil dari Pulau Pari.
Kerugian-kerugian yang nelayan kecil rasakan seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah karena nelayan kecil menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Namun lautnya malah ditambang karena izin dari pemerintah.
Baca Juga: Arif Satria: Pemimpin Indonesia yang Dipilih Harus Punya Environmental Leadership
“Kami nelayan kecil menolak pertambangan pasir laut dan juga penimbunan pantai, karena nelayan yang selalu merasakan dampaknya dan menjadi korban!” tegas Mustaghfirin.
Berdasarkan hal tersebut, Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) mendesak Pemerintah, baik Presiden, Menteri KP, dan berbagai kementerian terkait untuk:
Pertama, mencabut seluruh rekomendasi pemanfaatan ruang laut untuk perizinan pertambangan pasir laut.
Kedua, membuka informasi publik terkait proses dan hasil penindakan hukum yang telah dilakukan kepada MV Vox Maxima dan PT Hamparan Laut Sejahtera pada Oktober 2023.
Baca Juga: Teliti Sumber Daya Hayati dan Non Hayati Laut Indonesia, BRIN Libatkan Cina
Ketiga, melakukan audit lingkungan perairan laut Pulau Tunda sebelum dan pasca MV Vox Maxima melakukan operasi penambangan pasir laut di perairan Pulau Tunda.
Keempat, menindak tegas pihak-pihak terkait yang secara langsung maupun tidak langsung terhubung dengan operasi pertambangan pasir laut oleh MV Vox Maxima secara transparan dan akuntabel, sehingga bisa diakses oleh publik.
Kelima, menuntut Presiden Republik Indonesia segera mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Keenam, menjadikan pemulihan ekologi Teluk Jakarta sebagai agenda prioritas dalam dalam rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. [WLC02]
Sumber: Walhi
Discussion about this post