Wanaloka.com – Akademisi yang bergabung dalam Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) kembali mengingatkan bahwa penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah tidak termasuk kategori proyek pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Artinya, konsinyasi tidak bisa diterapkan di Wadas. Mengingat konsinyasi diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi berjudul”Apakah Pengadaan Tanah di Wadas untuk Proyek Strategi Nasional (PSN) Menjamin Keadilan Sosial Warga?” yang digelar KIKA bekerja sama dengan Law and Social Justice Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (LSJ FH UGM) pada 11 April 2023. Diskusi tersebut menghadirkan Rikardo Simarmata dari LSJ FH UGM dan Retno Haris dari Universitas Mulawarman sebagai pembicara.
“Jadi penambangan di Wadas berdasarkan UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan secara konseptual tidak termasuk pengadaan untuk kepentingan umum,” kata Syukron Salam dari Universitas Negeri Semarang selaku juru bicara KIKA dalam rilis yang diterima Wanaloka.com, Rabu, 12 April 2023.
Baca Juga: BNPB Berbagi Pengalaman Penanganan Bencana di Forum G20 Pokja PRB
Bahkan saat ini, proses gugatan banding warga Wadas yang masih kukuh menolak penambangan andesit yang bergabung dalam bergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) masih berproses. Warga Wadas masih mengajukan gugatan terhadap izin tambang batu andesit di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
“Penambangan tidak berizin,” tukas Syukron.
Surat rekomendasi yang diklaim sebagai dasar penambangan dalam proses banding dan isu konsinyasi yang digaungkan pemerintah dinilai KIKA merupakan upaya mendesak warga yang menolak agar setuju dengan proyek penambangan andesit. KIKA menduga segala upaya agresi penambangan dilakukan, tanpa menghargai proses hukum yang berjalan.
Baca Juga: Protes Pembukaan Jalan Tambang Desa Wadas, Gempadewa: Hukum Masih Berproses
“Malah menggiring masyarakat untuk menyetujui penyerahan lahan atas nama kepentingan umum dan proyek strategis nasional,” ucap Syukron.
Di sisi lain, KIKA mensinyalir ada pengabaian prosedur formal dalam peraturan perundangan terkait penambangan di Wadas. Pemilik tanah, penggarap tanah, pemrakarsa dan penilai hadir dalam musyawarah, menghasilkan mufakat tentang bentuk dan besaran ganti rugi.
“Musyawarah dapat dilakukan jika warga setuju. Konsinyasi tidak menyasar warga yang menolak,” tegas Syukron.
Baca Juga: Netizen Kesal, Komponen Seismik Gunung Marapi Kembali Dicuri
Discussion about this post