Wanaloka.com – Gelaran United Nations Climate Change Conference atau Conference of the Parties (COP) Forum COP30 atau Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Belém, Brasil pada 10-21 November 2025 digunakan Indonesia untuk menyampaikan janji-janji dalam membangun transisi energi yang adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat.
Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo mengklaim Indonesia telah menghentikan investasi pembangkit batu bara baru sejak 2023, mempercepat penghentian pembangkit lama, dan memperluas energi surya, angin, serta hidrogen hijau.
“Transisi ini harus menjadi jalan bersama, bukan hanya milik segelintir pihak,” kata adik Presiden Prabowo Subianto itu, Kamis, 6 November 2025.
Indonesia juga menyatakan mendukung target global untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan dan menggandakan efisiensi energi pada 2030 yang sejalan dengan seruan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres. Bahwa energi bersih kini menjadi sumber energi termurah dalam sejarah. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian politik untuk meninggalkan bahan bakar fosil.
Baca juga: Jejak Perubahan Iklim Masa Silam di Indonesia dan Dunia
Pemerintah juga memperkuat sistem pembiayaan iklim dengan pasar karbon domestik senilai USD 7,7 miliar per tahun dan skema blended finance yang diproyeksikan mencapai USD 1,5 miliar pada 2028.
Sistem Measurement, Reporting, and Verification (MRV) kini mencakup 93% emisi nasional, menjadikan Indonesia salah satu negara berkembang paling transparan dalam pelaporan iklim.
“Transisi energi hanya akan berhasil bila inklusif. Perempuan, pemuda, dan pelaku usaha kecil harus menjadi bagian dari perubahan ini,” kata Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq.
Dalam sesi bertema “Iklim dan Alam: Hutan dan Laut”, Indonesia menyatakan komitmen global untuk melindungi dua sistem ekologi utama dunia, hutan tropis dan laut, yang menjadi penyangga iklim Bumi. Upaya yang dijanjikan adalah menargetkan penghentian deforestasi pada 2030, memperluas restorasi ekosistem hutan tropis, dan memperkuat kerja sama dengan Tropical Forests Forever Fund (TFFF), mekanisme pembiayaan yang diprakarsai Brasil untuk negara-negara hutan tropis.
Baca juga: Hutan Indonesia Bukan Bahan Bakar, Hanwa Didesak Hentikan Impor Pelet Kayu
“Keadilan iklim berarti memastikan masyarakat adat dan komunitas lokal menjadi garda depan konservasi dan mendapatkan manfaat yang adil dari alam yang mereka jaga,” ujar Hanif.
Selain itu, Indonesia akan memperluas inisiatif blue carbon untuk memperkuat ketahanan pesisir, menekan pencemaran laut dari marine litter dan mikroplastik, serta membangun ekonomi maritim berbasis masyarakat.
Indonesia juga akan mendukung deklarasi “Seruan Aksi untuk Pengelolaan Kebakaran Terpadu”, dengan menawarkan pengalaman pengendalian kebakaran hutan dan lahan berbasis teknologi dan komunitas.
125 juta dollar AS untuk keberagaman hutan tropis
Dalam forum iklim global tersebut, Hanif membawa pesan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca secara global. Rencananya, Indonesia akan menempatkan dana sebesar 125 juta dolar Amerika Serikat untuk mendukung tropical forest diversity atau keberagaman hutan tropis. Dana ini disebut sebagai langkah konkret untuk mempercepat capaian target penurunan emisi gas rumah kaca.
Baca juga: Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Usaha Diatur Terpisah






Discussion about this post