Wanaloka.com – Perguruan tinggi diusulkan untuk mengelola tambang. Usulan ini dikemukakan dalam Rapat Pleno Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mineral dan Batubara (minerba) yang diadakan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 20 Januari 2025.
Dilansir dari sejumlah media, usulan pemberian izin usaha pertambangan bagi perguruan tinggi tertera pada Pasal 51A Ayat (1) yang menyebutkan bahwa pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
Dosen UGM tolak kampus kelola tambang, tapi…
Dosen Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM, Lucas Donny Setijadji menyatakan UU Minerba yang memberikan peluang bagi kampus mengelola tambang cukup mengejutkan baginya. Sebab, peran perguruan tinggi adalah mencetak SDM berkualitas, bukan mengelola tambang seperti perusahaan tambang umumnya.
Baca juga: Walhi Gelar Fellowship Jurnalis tentang Krisis Lingkungan di Pesisir Jawa Tengah
“Saya pribadi sebetulnya menolak atau tidak setuju dengan keinginan pemerintah dan DPR agar perguruan tinggi memiliki hak untuk mendapatkan pengelolaan pertambangan,” ucap Donny, Kamis, 30 Januari 2025.
Universitas sebagai institusi pendidikan tinggi seyogyanya berperan dalam hal menyiapkan sumber daya manusia. Seharusnya pula, kampus harus berhati-hati dalam memposisikan diri dalam situasi ini dan selalu menyikapinya dengan jernih.
Bagaimana kalau kampus dapat WIUP?
Seandainya keputusan izin kelola tambang akhirnya dimandatkan ke kampus, menurut Donny, ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh tiap-tiap perguruan tinggi yang ditunjuk.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Pekan Terakhir Januari, 5 Tewas dan 1 Hilang
“Dengan menggunakan kesempatan ini untuk berpartisipasi lebih aktif dalam konteks membantu, merealisasikan, atau mencoba mendukung agenda pemerintah seperti program hilirisasi,” kata dia.
Soal hilirisasi tambang, ahli bidang eksplorasi sumber daya mineral ini menilai Indonesia perlu melakukan kegiatan penemuan mineral-mineral baru seperti litium, logam tanah jarang, dan grafit agar bisa mendukung akselerasi hilirisasi.
“Sayangnya, logam-logam ini belum ditemukan di Indonesia,” imbuh dia.
Baca juga: Ekskursi untuk Melihat Potensi dan Manifestasi Panas Bumi di Gunung Kamojang
Donny menyebut perlu ada payung hukum guna mewadahi para peneliti yang memiliki ketertarikan terhadap berbagai sumber daya mineral dan energi berbasis pada penelitian yang didanai pemerintah dan kolaborasi berbagai donor.
“Adanya payung hukum ini, universitas juga memiliki hak kekayaan intelektual atas penemuan yang didapatkan nantinya,” kata dia.
WIUP untuk kampus berpotensi timbulkan masalah baru
Anggota Baleg, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga sempat menyampaikan kekhawatirannya terkait rencana pemberian WIUP Khusus (WIUPK) pada perguruan tinggi. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan baru.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Ancam Jawa Tengah Hingga Februari 2025
“Bagaimana pemerintah bisa memberikan kewenangan pada universitas atau perguruan tinggi yang jumlahnya ribuan di Indonesia? Ini bisa memunculkan masalah baru,” ujar Umbu dalam Rapat Pleno Baleg soal Penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Menurut Umbu, keputusan ini kurang tepat apabila tujuan pemerintah adalah mendukung peningkatan mutu pendidikan di perguruan tinggi. Ia mengusulkan pemberian bantuan dana langsung lebih relevan untuk mendukung kualitas pendidikan.
“Sepanjang kami belum mengatur bagaimana undang-undang terkait universitas atau perguruan tinggi disesuaikan dengan pengelolaan tambang, ini berpotensi menimbulkan persoalan,” ucap dia.
Baca juga: Aktivitas Vulkanik Menurun, Status Gunung Ibu Jadi Siaga
Anggota Baleg lainnya, Al Muzzammil Yusuf juga mengingatkan agar perubahan UU Minerba dilakukan secara cermat guna menghindari potensi permasalahan hukum masa mendatang.
“Saya kira kami semua sepakat pemanfaatan minerba sangat penting untuk pembangunan masyarakat, pembukaan lapangan kerja, dan hilirisasi. Namun, kami harus berhati-hati agar tidak memunculkan persoalan baru yang nantinya bisa digugat di MK,” tegas Al Muzzammil.
Ia juga mempertanyakan relevansi pemberian wewenang pertambangan kepada perguruan tinggi, mengingat Tridharma Perguruan Tinggi hanya mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Baca juga: Gempa Darat 6,1 Magnitudo di Parigi Moutong Sulawesi Tengah
Syahwat parlemen dan istana menguasai kekayaan alam
Berbagai media massa menyebutkan Baleg DPR akan mengebut proses revisi dan mengambil keputusan pada pukul 19.00 malam ini juga. Proses revisi ini jauh dari kata transparan dan dilakukan secara serampangan. Selain tak melibatkan partisipasi publik, agenda revisi UU Minerba tersebut tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) telah mencermati, setidaknya ada sejumlah poin krusial dalam naskah revisi UU Minerba. Pertama, Prioritas pemberian IUP dengan luas kurang dari 2.500 hektar ke UMKM. Kedua, Memberikan dasar hukum pemberian WIUP kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. Ketiga, Memprioritaskan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi. Keempat, Memprioritaskan pemberian WIUP dalam rangka hilirisasi. Kelima, Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh menteri tanpa disebutkan secara jelas kementerian yang berwenang.
Menurut, Kepala Divisi Hukum Jatam, Muh. Jamil, revisi UU Minerba yang keempat kalinya ini tak dapat dibaca secara parsial hanya sebagai langkah untuk mengeksekusi dua putusan Mahkamah Konstitusi semata.
Baca juga: Banjir dan Tanah Longsor di Mamuju, 4 Tewas dan 6 Luka-luka
“Tindakan gerombolan politikus di parlemen tersebut harus dimaknai sebagai upaya membancak kekayaan alam, terutama mineral tambang secara berjamaah, sistematis, dan seolah-olah legal,” tegas Jamil.
Pembancakan kekayaan alam itu tak terlepas dari latar belakang dan kepentingan elit politik istana dan parlemen yang mayoritas datang dari latar belakang pebisnis. Berdasarkan penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW), komposisi anggota parlemen, misalnya terdapat sekitar 61 persen atau 354 individu dari total 580 anggota DPR periode 2024–2029 memiliki latar belakang atau afiliasi dengan sektor bisnis.
Begitu pun Presiden terpilih Prabowo Subianto dan keluarganya yang diduga juga memiliki kepentingan langsung dengan bisnis pertambangan. Berdasarkan catatan Jatam, Prabowo merupakan pengendali utama sejumlah perusahaan batu bara yang memiliki konsesi di Kalimantan Timur, di antaranya PT Nusantara Energy, PT Nusantara Kaltim Coal, dan PT Erabara Persada Nusantara.
Baca juga: Wahyu Wilopo, Mata Air Keruh Muncul di Kaki Lereng Jadi Penanda Rawan Longsor
Sedangkan adik kandungnya, Hashim Djojohadikusumo merupakan pengendali utama Arsari Group yang memiliki lebih dari dua konsesi tambang timah di Bangka Belitung. Bahkan baru saja membeli saham PT Tambang Mas Sangihe (Baru Gold) yang menambang emas di Pulau Sangihe.
Discussion about this post