Selain itu, Kabinet Merah Putih besutan Prabowo juga disesaki para pebisnis di sektor industri ekstraktif. Setidaknya 34 dari 48 menteri dalam Kabinet Merah Putih terafiliasi dengan bisnis, dan 15 di antaranya terkait dengan bisnis ekstraktif. Termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang memiliki gurita bisnis nikel di Maluku Utara.
Persoalan lainnya, lanjut Jamil, mereka terkesan mendompleng Pasal 33 UUD 1945 demi memoles citra semata saat memprioritaskan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dalam naskah revisi, salah satu basis argumen yang digunakan adalah mineral dan batu bara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Baca juga: Bekantan, Satwa Endemik di Kalimantan Selatan
Kedua entitas tersebut akan menyusul ormas keagamaan yang sudah diberi karpet merah oleh bekas Presiden Jokowi untuk mendapatkan jatah konsesi tambang melalui Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam naskah revisi, prioritas pemberian WIUP pada kampus dan UMKM termaktub dalam Pasal 51. Jamil menduga, pemberian konsesi itu sekaligus menunjukkan watak gerombolan pebisnis di parlemen dan istana yang tampak memanfaatkan nama besar perguruan tinggi sebagai alat legitimasi belaka.
“Ini bentuk pelecehan terhadap institusi perguruan tinggi yang seharusnya berpihak kepada masyarakat korban di lingkar tambang, bukan sebagai alat untuk merampok negara dan mengakumulasi daya rusak akibat usaha pertambangan,” kata Jamil.
Baca juga: Waspada Penularan Virus Flu Burung dari Sapi Perah dan Kucing
Upaya melibatkan perguruan tinggi dalam urusan pertambangan juga dapat dipandang sebagai cara pemerintah ‘cuci tangan’ atas kesejahteraan para akademikus. Ketidakbecusan negara (pemerintah) menjamin kesejahteraan para akademikus diduga akan diselesaikan dengan cara culas.
“Yakni membiarkan kampus menghidupi dirinya sendiri dengan cara menambang,” imbuh Jamil.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian utama adalah usulan Pasal 141 B yang mengatur sebagian penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dikelola oleh menteri, namun tanpa menyebutkan secara jelas kementerian mana yang akan mengelola.
Baca juga: Sungai Tuntang Meluap, Jalur Rel KA Stasiun Gubug-Karangjati Amblas Lagi
Apabila pengelolaan PNBP jatuh pada Kementerian ESDM, semakin terlihat jelas revisi UU Minerba ini hanya untuk bagi-bagi ‘gula’ dari usaha pertambangan. Ini serupa malapetaka baru mengingat sudah ada dua dirjen dari kementerian tersebut yang terbukti melakukan korupsi.
Alih-alih mengutamakan keselamatan rakyat dengan menghentikan operasi pertambangan yang merusak beserta hilirisasinya, revisi UU Minerba ini justru menunjukkan watak sesungguhnya dari para pengurus negara dan gerombolan pebisnis di parlemen, yang tamak dan culas. Jatam berpandangan yang disuguhkan kepada publik dari revisi UU Minerba keempat ini adalah praktik sempurna dari kejahatan korupsi sistemik yang melibatkan korporat atau kepentingan swasta secara langsung dalam pengelolaan kebijakan negara.
“Jatam mengecam keras revisi UU Minerba tersebut, sekaligus menuntut pemerintah dan DPR RI agar hentikan seluruh proses revisi tersebut,” tegas Divisi Kampanye Jatam, Alfarhat Kasman.
Baca juga: Status HGB di Perairan Sidoarjo dan SHM di Bekasi Versi Menteri ATR dan Komisi IV
Perubahan UU Minerba jadi inisiatif DPR
Sebelumnya, Baleg DPR RI resmi menyepakati perubahan keempat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) menjadi usulan inisiatif DPR dalam Rapat Pleno Baleg di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Januari 2025, yang rampung pukul 23.14 WIB.
Rapat dipimpin Ketua Baleg DPR Bob Hasan dari Fraksi Gerindra. Seluruh fraksi dalam rapat Pleno Baleg DPR menyepakati RUU Minerba dibawa ke tahap selanjutnya untuk dibahas bersama pemerintah sebelum resmi disahkan menjadi UU.
RUU Minerba perubahan keempat ini bersifat kumulatif terbuka berdasarkan putusan MK Nomor 37/PUU-XIX/2021 yang diajukan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim).
Baca juga: Kata Pakar Kelautan dan Pakar Hukum Agraria Soal HGB di Laut
Dari 5 usulan revisi berdasarkan Putusan MK, Baleg DPR menambahkan 9 poin usulan baru. Total ada 14 poin usulan revisi dalam RUU Minerba dalam naskah akademik yang disusun Baleg DPR.
Berdasarkan Putusan MK, 5 poin revisi itu adalah Pasal 17 A, 22 A, 31 A, 169 A, dan 172 B. Sedangkan, 9 poin usulan revisi baru meliputi Pasal 51, 51 A, 51 B, 75, 104 C, 141 B, 173 A, 173 D, dan Pasal 174.
Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya cukup menuai sorotan. Semisal terkait WIUP perusahaan perseorangan yang tercantum dalam Pasal 51. Nantinya, WIUP bisa diberikan dengan cara lelang atau pemberian prioritas dengan mempertimbangkan sejumlah hal, seperti kemampuan pengelolaan lingkungan hingga finansial kepada badan usaha, koperasi, hingga perusahaan perorangan.
Baca juga: AMAN dan KPA Mengecam Penggusuran Rumah Masyarakat Adat di Sikka
Selanjutnya, WIUP perguruan tinggi yang tercantum pada Pasal 51 A. Bahwa WIUP juga bisa diberikan pada perguruan tinggi dengan cara prioritas dan harus mempertimbangkan sejumlah aspek. Meliputi pemenuhan standar minimal Akreditasi B dan mampu meningkatkan layanan pendidikan kepada masyarakat.
WIUP swasta prioritas pada Pasal 51 B juga menjadi sorotan. Bahwa WIUP pada badan usaha swasta lewat cara prioritas dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yakni mengenai tenaga kerja dalam negeri, jumlah investasi, hingga pemenuhan rantai pasok baik dalam maupun ke luar negeri.
Adapun IUPK ormas keagamaan diatur khusus mengatur pasal izin usaha pertambangan, khusus (IUPK) kepada ormas keagamaan melalui badan usaha yang dimilikinya. Selain ormas keagamaan, IUPK juga akan diprioritaskan untuk BUMN dan BUMD.
Puan janjikan DPR tampung aspirasi publik
Poin dalam RUU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi memperoleh izin usaha pertambangan mendapat sorotan publik. Sebab ketentuan ini dinilai berisiko apabila tidak diatur secara ketat.
“DPR akan membuka ruang seluas-luasnya untuk mendengarkan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat, baik perguruan tinggi maupun masyarakat umum,” kata Ketua DPR, Puan Maharani di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Puan memastikan DPR akan membuka ruang diskusi agar masyarakat dari berbagai elemen dapat memberikan masukan.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN akan Batalkan Sertipikat HGB di Luar Garis Pantai
“DPR juga harus memberikan tanggapan atas berbagai masukan yang kami terima. Ruang-ruang diskusi ini kami buka agar tidak terjadi kesalahpahaman atau miskomunikasi,” jelas dia.
Ia berharap semua pihak tidak terburu-buru menaruh kecurigaan dan memberikan waktu bagi DPR untuk membahasnya secara komprehensif. Ia mengklaim, revisi UU Minerba bertujuan untuk menghadirkan manfaat yang lebih luas.
“Jangan sampai kita memulai dengan saling curiga. Mari kita bicarakan dan diskusikan bersama agar dapat menemukan jalan tengah atau titik temu,” ujar Puan. [WLC02]
Discussion about this post