Wanaloka.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) masih terus menginvestigasi permasalahan di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. Berdasarkan hasil penelusuran sementara, ditemukan sejumlah sertipikat yang berada di luar garis pantai. Kementerian ATR/BPN akan meninjau ulang untuk mencabut sertifikat tersebut atau menerapkan asas Contrarius Actus.
“Secara faktual pada kondisi saat ini terdapat sertipikat yang berada di bawah laut. Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai, serta dokumen lainnya, ditemukan beberapa sertipikat berada di luar garis pantai,” kata Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid usai meninjau pencabutan pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Rabu, 22 Januari 2025.
Sebelumnya, Nusron mengungkapkan terdapat 280 sertipikat ditemukan di kawasan pagar laut yang berada di Desa Kohod. Sertipikat tersebut terdiri dari 263 Sertipikat Hak Guna Bangunan dan 17 Sertipikat Hak Milik.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Melanda Jawa Tengah, 20 Tewas Akibat Longsor
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sertipikat hak atas tanah dapat dilakukan Kementerian ATR/BPN tanpa perintah pengadilan apabila terjadi cacat administrasi dan belum mencapai usia lima tahun sejak diterbitkan.
“Karena sebagian besar sertipikat ini terbit pada tahun 2022–2023, syarat cukup untuk pembatalan terpenuhi,” tegas dia.
Nusron juga memberikan apresiasi kepada masyarakat yang telah memanfaatkan aplikasi Bhumi ATR/BPN. Aplikasi tersebut, menurutnya selain bermanfaat bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait pertanahan dan tata ruang, juga dapat menjadi ruang transparansi kepada publik untuk mengawasi kinerja Kementerian ATR/BPN.
Baca juga: 100 Hari Rezim Prabowo, Menteri Kehutanan dan Menteri ESDM Dapat Nilai Buruk
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengapresiasi kinerja seluruh pihak terkait dalam menangani polemik yang terjadi di perairan utara Pulau Jawa. Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, juga menyampaikan harapan agar polemik ini dapat segera diselesaikan.
Pada kegiatan ini, seluruh pimpinan yang hadir menggunakan kendaraan LVT untuk meninjau secara langsung proses pencabutan pagar bambu yang tertancap di perairan Tanjung Pasir. Proses ini dilakukan pasukan gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Bakamla, dan nelayan setempat.
Tekankan asas Contrarius Actus
Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis menerangkan, asas Contrarius Actus adalah asas hukum administrasi negara yang menyatakan bahwa badan atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) juga berwenang untuk membatalkannya. Asas ini berlaku ketika ada kesalahan faktual yang nyata.
Baca juga: 100 Hari Rezim Prabowo, YLBHI Catat Ada Mobilisasi Militer dalam Pelaksanaan PSN
Asas Contrarius Actus dapat diterapkan dalam pembatalan sertipikat, penolakan pengajuan, dan pencabutan sertipikat. Tidak hanya itu, dalam pembuatan sertipikat, asas tersebut memiliki kesan hukum yang signifikan, yakni mencegah penipuan dan pemalsuan dokumen; menjaga kepastian hukum dan keabsahan sertipikat; dan menghindari sengketa tanah.
Dalam kasus penerbitan SHGB di kawasan laut di Tangerang, asas tersebut dapat berlaku, apabila ditemukan kesalahan dalam proses administrasi penerbitan hak atas tanah.
“Saya ingin mengingatkan bahwa posisi Kementerian ATR/BPN kalau dalam hukum administrasi negara itu sifatnya asas Contrarius Actus,” terang Harison saat menjadi salah satu narasumber dalam dialog, Selasa, 21 Januari 2025.
Baca juga: Longsor dan Banjir Bandang di Pekalongan Menelan 17 Korban Jiwa
Horison menyampaikan, saat ini Nusron telah memberi arahan kepada jajaran untuk segera menemukan akar persoalan pagar laut tersebut.
“Semua sedang berjalan hari ini. Kalau dari Kementetian ATR/BPN akan melakukan secepatnya. Kalau telah lengkap dilaporkan ke pimpinan. Nanti Pak Menteri sendiri yang akan memutuskan target itu kapan akan dilaporkan (ke publik,red),” tegas dia.
Tudingan nelayan bangun pagar laut mengada-ada
Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto mengaku heran nelayan disebut membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Pakuhaji, Tangerang, Banten. Sebab, berdasarkan perhitungannya, membangun pagar laut butuh biaya yang besar mencapai miliaran rupiah.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN Temukan 263 SHGB dan 20 SHM di Kawasan Pagar Laut Tangerang
“Ini biayanya mahal, sudah dihitung-hitung ada yang itung katanya 12 berapa miliar gitu ya,” kata Titiek di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Januari 2025.
Politikus Fraksi Partai Gerindra ini pun mempertanyakan bagaimana nelayan dapat memiliki uang sebanyak itu untuk membangun pagar laut.
Discussion about this post