Minggu, 21 Desember 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Kritik Walhi Gorontalo, Pemda Lamban Atasi Bencana Ekologis di Gorontalo yang Berulang

Intensitas curah hujan selalu jadi alasan penyebab banjir dan longsor. Padahal alih fungsi lahan, pembangunan dan penataan ruang yang carut-marut adalah faktor penyebab yang penting.

Jumat, 19 Juli 2024
A A
Bencana banjir di Gorontalo, 10 Juli 2024. Foto BPBD Gorontalo.

Bencana banjir di Gorontalo, 10 Juli 2024. Foto BPBD Gorontalo.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango di Provinsi Gorontalo dilanda banjir dan tanah longsor pada 7 Juli 2024. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gorontalo mengidentifikasi korban terdampak banjir mencapai 36.100 jiwa per 12 Juli 2024. Jumlah ini di luar 325 orang yang terdampak insiden longsor di wilayah pertambangan rakyat di Suwawa Timur. Dengan rincian, 283 orang selamat, 27 orang tewas dan 15 orang belum ditemukan.

Seminggu pascabencana, tepatnya 14 Juli 2024, Gubernur Gorontalo baru menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir, Banjir Bandang dan Tanah Longsor melalui Surat Keputusan Gubernur No. 267/32/VII/2024 tertanggal 10 Juli 2024.

“Artinya, pemerintah sebenarnya lamban dalam merespons situasi bencana yang terjadi,” tegas salah satu narahubung Simpul Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Gorontalo, Defri dalam siaran tertulis, Jumat, 19 Juli 2024.

Baca Juga: Tower Pemantau Gas Rumah Kaca di Jambi Tekan Laju Perubahan Iklim

Bencana Berulang

Banjir, banjir bandang dan tanah longsor, menurut catatan Simpul Walhi Gorontalo, sebenarnya bukanlah bencana ekologis yang pertama kali terjadi di Gorontalo. Setiap kali masuk musim hujan dengan curah atau intensitas tinggi, hampir seluruh wilayah di Gorontalo selalu terdampak.

Tahun 2022 misalnya, wilayah Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango tergenang banjir dengan estimasi korban terdampak mencapai 3.409 orang. Lebih lawas lagi, tahun 2016, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Bone Bolango dengan estimasi korban terdampak lebih dari 15.000 orang (Antara Gorontalo, 2016).

“Dan bencana ekologis tahun ini adalah terparah dalam 10 tahun terakhir,” imbuh Defri.

Sayangnya, sikap pemerintah daerah dalam menghadapi bencana menahun ini sangat mengecewakan. Intensitas dan curah hujan selalu dijadikan alasan pamungkas terjadi banjir dan longsor. Bahkan, alih-alih terpicu untuk melakukan upaya mitigasi dan adaptasi bencana secara menyeluruh, pemerintah Provinsi Gorontalo hanya mengeluarkan Surat Imbauan Nomor 800/1832/PemKesra. Surat itu ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengadakan Salat Tolak Bala.

Baca Juga: Jatam Kritisi Ekspansi Geothermal, Ancaman Bagi Warga dan Lingkungan

Padahal, intensitas dan curah hujan serta kondisi cuaca lainnya bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya banjir dan longsor menahun di sana.

“Menjadikan faktor alamiah sebagai satu-satunya penyebab bencana, bagi kami adalah sikap naif dan merupakan upaya menormalisasi dampak bencana yang terjadi,” tukas Defri.

Faktor lain yang paling penting adalah alih fungsi lahan, pembangunan dan penataan ruang yang carut-marut. Sementara menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengamanatkan pemerintah, baik daerah maupun nasional untuk melakukan penanggulangan bencana secara menyeluruh.

Baca Juga: Longsor Tewaskan Tujuh Warga Mimika, Akses Freeport ke Kampung Terputus

Melalui UU tersebut, pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan (Pasal 7 ayat 1 [f] dan Pasal 9 e), dan dapat merelokasi pemukiman di wilayah yang ditetapkan sebagai area rawan bencana (Pasal 32 ayat 1 dan 2).

Andil Pembukaan Lahan

Pada kasus banjir dan banjir bandang ini, pemerintah tidak memperhatikan deforestasi akibat pembukaan lahan pertanian monokultur jagung, perkebunan sawit, atau bentuk alih fungsi lahan lainnya secara besar-besaran. Data dari Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan, pada kurun waktu 2017–2021 Provinsi Gorontalo mengalami deforestasi akibat konsesi perusahaan tambang dan perkebunan seluas 33.492,76 ha (FWI, 2024).

Tak luput juga masalah tata ruang perkotaan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan hidup dan kesesuaian lahan: drainase yang jauh dari standar, pemukiman di area rawan bencana, dan hilangnya area tangkapan air akibat pembangunan.

Baca Juga: Kepala BNPB Minta Tanggap Darurat Bencana Gorontalo Tak Terlalu Lama

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: alih fungsi lahanbanjir Gorontalobencana ekologisDeforestasipertambangan rakyatSimpul Walhi Gorontalo

Editor

Next Post
Fenomena suhu dingin bulan Juli 2024. Foto BMKG.

Fenomena Mbedhidhing Pernah Capai 1 Derajat Celcius di Dataran Tinggi Dieng

Discussion about this post

TERKINI

  • Masyarakat adat Awyu, Papua mengajukan permohonan kasasi ke MA terkait upaya mempertahankan kelestarian hutan Papua. Foto Dok. Walhi Papua.Walhi Papua Tolak Rencana Prabowo Buka Perkebunan Sawit di Papua
    In News
    Rabu, 17 Desember 2025
  • Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Terancam Punah, DIY Didesak Terbitkan Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
    In News
    Selasa, 16 Desember 2025
  • Evakuasi warga terdampak banjir di Bali pada Minggu, 14 Desember 2025. Foto BNPB.Banjir di Bali Menewaskan Seorang Turis Mancanegara
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • Penanganan darurat bencana Sumatra, pengerukan Sungai Aek Doras, Kota Sibolga, Sumatra Utara. Foto BNPB.Bencana Sumatra, Korban Tewas Mencapai Seribu Lebih
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • FAMM Indonesia bersama Kaoem Telapak menggelar "FAMM Fest: mempertemukan Suara, Seni, dan Rasa" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) pada 10 Desember 2025.Perempuan di Garis Depan Krisis Ekologis
    In News
    Sabtu, 13 Desember 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media