Baca juga: Hatma Suryatmojo, Banjir Bandang Sumatra Akibat Akumulasi Dosa Ekologis di Hulu DAS
“Sekarang bagaimana agar pangan lokal bisa masuk ke sektor modern dan memiliki nilai ekonomi. Karena kalau di tingkat daerah, pangan lokal sebenarnya sudah kuat, seperti tiwul di Yogyakarta contohnya,” kata Herry.
Rahmatia dari perwakilan Badan Pangan Nasional menyebut, pangan lokal sebenarnya sudah masuk peta jalan program ketahanan pangan nasional. Lewat Perpres Nomor 81 Tahun 2024 tentang Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, ujar dia, pemerintah sudah menyiapkan 18 rencana aksi untuk mengembangkan pangan lokal, di antaranya kampanye, sosialisasi, edukasi, penguatan komunitas komunitas adat, serta insentif bagi petani lokal.
Ia juga menyebut pangan lokal unggul dari sisi kandungan gizi, ketersediaan yang tersebar di banyak daerah, sehingga berpotensi besar menjadi alternatif pangan selain beras.
“Jika ketergantungan pada beras dapat dikurangi dengan pangan lokal, setidaknya kita bisa menyeimbangkan kebutuhan karbohidrat dengan sumber yang setara,” ujar Rahmatia.
Ike Widyaningrum dari Kementerian Pertanian, menegaskan, kementeriannya tidak mengabaikan potensi pangan lokal. Saat ini, kebijakan dan pengembangan pangan lokal ditangani oleh Direktorat Aneka Kacang dan Umbi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menerapkan inovasi di tingkat daerah melalui penganekaragaman tanaman di lahan sawah, termasuk sistem tumpang sari.
Baca juga: Kerugian Bencana Ekologis Sumatra Rp68,67 Triliun, Tak Sebanding Sumbangan dari Tambang dan Sawit
Menurut dia, beberapa tanaman seperti keladi, jagung, dan kacang-kacangan dapat tumbuh di pematang sawah tanpa membutuhkan metode budidaya yang rumit. “Banyak pangan lokal yang dapat dibudidayakan dengan mudah. Dalam dua tahun ke depan, setelah target swasembada terpenuhi, Kementerian Pertanian akan fokus memperkuat pengembangan pangan lokal,” kata Ike.
Para narasumber sepakat, ancaman krisis iklim yang semakin nyata menambah urgensi diversifikasi pangan. Fluktuasi curah hujan, cuaca ekstrem, dan meningkatnya bencana hidrometeorologi rentan mengganggu produksi pangan nasional, khususnya beras. Dalam situasi ini, pangan lokal menjadi kunci ketahanan dan kedaulatan pangan. Dari perspektif lingkungan, pola makan berbasis makanan lokal juga berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca. [WLC01]







Discussion about this post