Wanaloka.com – Indonesia memiliki cadangan nikel yang besar. Namun, limbah industrinya, seperti karbon sulfur dan dirty sulfur, sebagian besar masih belum termanfaatkan.
Karbon sulfur terbentuk dari sisa sulfida cair di settler. Sedangkan dirty sulfur berasal dari tumpahan saat pengangkutan yang bercampur tanah.
Penelitian di PT. Vale Indonesia, Sulawesi Tengah, menunjukkan kedua limbah ini bukan termasuk limbah B3 berdasarkan uji XRD, SEM, termografi, dan TCLP sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2021.
Baca juga: Cacing Gelang dalam Tubuh Balita, Pakar Sebut Masalah Kecacingan di Indonesia Belum Terkendali
“Pemanfaatan limbah nikel sebagai substitusi agregat halus dan kasar, maupun filler dalam beton terbukti meningkatkan kuat tekan, terutama karbon sulfur pada masa peram 28 hari,” jelas Perekayasa Ahli Muda Pusat Riset Komposit dan Biomaterial Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Vian Marantha Haryanto dalam forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT #70, secara daring, Selasa, 26 Agustus 2025.
Beton berbahan limbah nikel dapat diaplikasikan pada batako, paving block, kolom jalan, hingga fondasi. Sekaligus, mendukung UMKM kolaborasi dengan pemerintah daerah.
Sebagai informasi, nikel merupakan mineral penting bagi industri kendaraan Listrik. BRIN mengklaim permintaan nikel diproyeksikan meningkat dari 3.322 metrik ton pada 2025 menjadi 6.265,74 metrik ton.
Baca juga: Potensial Gempa Besar, Sesar Lembang Bergerak 3,4 mm dan Gunung Batu Naik 40 cm
Sisa abu PLTU untuk pembangunan jalan desa
Tim KKN-PPM UGM Karsa Saka 2025 juga memanfaatkan limbah abu terbang dan abu dasar (fly ash dan bottom ash/FABA) dari PLTU Sudimoro, Pacitan untuk membangun jalan desa. Program ini lahir dari kebutuhan mendesak akan infrastruktur jalan yang aman bagi warga, mengingat kondisi jalan desa di Pagerkidul dan Pagerlor sudah lama mengalami kerusakan parah.
Asesmen jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI) menunjukkan kondisi rata-rata jalan desa berada pada kategori Rusak Parah dengan nilai PCI 18,50. Situasi ini menimbulkan keresahan karena jalan yang rusak memperlambat mobilitas dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Kondisi itu mendorong mereka memilih tema pemanfaatan FABA sebagai material alternatif pengecoran jalan.
Pemilihan program ini mempertimbangkan ketersediaan limbah dari PLTU. Keberadaan material alternatif tersebut memberi peluang bagi pembangunan yang lebih hemat biaya dan ramah lingkungan. Selain itu, program ini selaras dengan prioritas desa untuk memperlancar akses menuju sekolah, pasar, dan pusat layanan kesehatan.
Discussion about this post