Uniknya, penelitian ini juga menemukan ciri-ciri bahwa magma berinteraksi dengan air eksternal saat meletus. Ini tampak dari tekstur abu vulkanik yang berbentuk blok dengan permukaan seperti pecahan kaca (hackle marks). Interaksi air-magma ini kemungkinan menambah daya ledak letusan, meski tetap tidak mampu mendorong kolom abu lebih tinggi.
Baca juga: Gempa Dangkal 5,6 Magnitudo Guncang Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara
Gempa memicu erupsi
Peneliti juga mencatat bahwa letusan terjadi hanya tujuh hari setelah gempa berkekuatan 6,5 M melanda kawasan Laut Maluku. Lonjakan aktivitas seismik sebelum erupsi menunjukkan bahwa gempa bisa berperan sebagai pemicu.
Temuan ini membuka perspektif baru dalam memahami perilaku letusan gunung api, khususnya di Indonesia yang memiliki banyak gunung aktif dengan karakteristik magma yang kaya akan kristal. Selama ini, pemantauan aktivitas vulkanik umumnya berfokus pada gempa vulkanik dan emisi gas.
Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya kandungan kristal dalam magma sebelum letusan dapat memengaruhi intensitas dan tinggi kolom erupsi. Bahkan ketika magma mengalami tekanan yang tinggi dan pergerakan yang cepat.
Baca juga: KKP Minta Kapal Perikanan dan Nelayan Dipasang Sistem Pemantauan Kapal
Dalam konteks mitigasi bencana, temuan ini menjadi penting. Jika kandungan kristal dalam magma dapat diukur dan dianalisis secara rutin, maka data tersebut berpotensi menjadi indikator tambahan dalam memprediksi potensi bahaya letusan. Termasuk seberapa tinggi kolom abu bisa terbentuk, seberapa luas penyebaran material erupsi, dan seberapa besar dampaknya terhadap masyarakat di sekitar gunung api.
“Kami berharap ke depan, analisis kristalinitas magma sebelum erupsi melalui berbagai teknik pemantauan, misal menggunakan alat geofísika, bisa digunakan sebagai alat prediksi tambahan, bukan hanya sekadar memantau gas dan getaran,” harap Indranova.
Penelitian ini menjadi salah satu contoh nyata kontribusi ilmuwan Indonesia dalam mengungkap proses geologi ekstrem yang berdampak langsung pada keselamatan publik. Selain itu, keterlibatan berbagai institusi dari dalam dan luar negeri juga menunjukkan betapa penting kolaborasi lintas disiplin dan lintas negara dalam riset kebencanaan, terutama di wilayah rawan letusan seperti Indonesia.
Baca juga: Waspada, Gempa Bumi Besar di Manila Dapat Pengaruhi Kestabilan PLTN di Kalimantan
“Saya juga bersyukur memiliki tim yang kompak dan passionate terhadap riset. Mereka semua adalah rekan saya saat masih sekolah dan hingga saat ini masih terus intens berkolaborasi demi kemajuan riset gunung api di Indonesia,” imbuh dia.
Letusan Gunung Ruang setahun silam bukan hanya menyisakan abu, tetapi juga wawasan baru. Dari kristal-kristal kecil di dalam magma dapat dipelajari bahwa bencana alam menyimpan logika tersendiri dan ilmu pengetahuan. Dan itu menjadi kunci untuk memahaminya dan tetap menjadi pertahanan pertama. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post