Sabtu, 26 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Menhan Gaungkan Giant Sea Wall, Walhi: Percepat Kerusakan Ekologis Pulau Jawa

Kebijakan serampangan, meskipun tampak mewah, tetapi merusak ekologis sebaiknya dihindari untuk mencegah kerusakan lebih luas.

Sabtu, 13 Januari 2024
A A
Ilustrasi tanggul laut raksasa. Foto

Ilustrasi tanggul laut raksasa. Foto scmp.com/environment-indonesia.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Wacana pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di Pantai Utara Pulau Jawa kembali mengemuka usai menjadi pembicaraan dalam seminar nasional yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bertajuk “Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall)” pada 10 Januari 2024. Wacana tersebut disampaikan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto saat menyampaikan pidato kunci.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berdalih, proyek tanggul laut raksasa mendesak dikebut karena kawasan Jawa Utara yang mencakup 5 wilayah pertumbuhan, 70 kawasan industri, 5 kawasan ekonomi khusus, dan 5 wilayah pusat pertumbuhan sering terganggu banjir rob.

“Rencana pemerintah untuk membangun kembali tanggul laut dengan cara mereklamasi laut adalah sesat pikir pembangunan,” tegas Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Parid Ridwanuddin.

Baca Juga: Kisah Para Peneliti Gempa Sumedang

Proyek tersebut dinilai Walhi tidak akan menjawab akar persoalan kehancuran ekologis Pulau Jawa yang selama ini telah dieksploitasi untuk kepentingan industri ekstraktif, baik di darat maupun di pesisir, laut, dan pulau kecil.

Pada tahun 2012 lalu, Walhi telah menerbitkan buku yang berjudul “Java Collapse”. Buku ini menjelaskan kehancuran dan kebangkrutan sosial-ekologis Pulau Jawa akibat sejarah panjang eksploitasi sumber daya alam di wilayah darat Pulau Jawa sejak era kolonial sampai era pasca reformasi. Akibatnya, daya dukung ekologis Pulau Jawa telah hancur.

Selama ini, wilayah pesisir utara Jawa, mulai dari Banten sampai Jawa Timur telah dibebani izin industri skala besar yang menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah secara cepat. Pembangunan tanggul laut raksasa justru akan mempercepat kebangkrutan sosial sekaligus kebangkrutan ekologis Pulau Jawa karena memperluas kehancuran dari daratan ke pesisir, laut, dan pulau kecil.

Baca Juga: Banjir Perkotaan, Dosen ITB Sarankan Lembaga Khusus Tangani Banjir

“Kalau Pemerintah ingin menghentikan penurunan muka tanah di pesisir utara Jawa, solusinya bukan membangun tanggul laut raksasa. Tapi mengevaluasi dan mencabut berbagai izin industri besar di sepanjang pesisir utara Jawa,” papar Parid.

Krisis di Perairan Utara Jawa
Pembangunan proyek tanggul laut raksasa juga berpotensi menghancurkan wilayah laut atau perairan Pulau Jawa bagian utara yang selama ini menjadi wilayah tangkapan ikan ratusan ribu nelayan tradisional. Sebab proyek ini membutuhkan pasir laut yang tidak sedikit.

Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Suci Fitriah Tanjung mencontohkan pada tahun 2021 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengestimasi kebutuhan pasir laut untuk kebutuhan proyek reklamasi Teluk Jakarta sebanyak 388.200.000 meter kubik.

Baca Juga: BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem Mengancam hingga Februari 2024

“Jumlah ini sangat besar untuk kebutuhan reklamasi di Jakarta saja,” kata Suci.

Ambisi pembangunan tanggul laut raksasa akan mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati yang ada di perairan Pulau Jawa bagian utara. Belum Lama ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam perhelatan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada 11 Desember 2023 lalu menyatakan spesies ikan Pari Jawa (Urolophus javanicus) punah. Spesies ini diketahui memiliki habitat di perairan utara Jawa, khususnya di Teluk Jakarta.

Para ahli menyebutkan kepunahan ini disebabkan dua hal, yaitu penangkapan ikan yang berlebihan (over exploited) serta kehancuran ekosistem pesisir dan laut akibat aktivitas industri. Dalam jangka panjang, ambisi pembangunan tanggul laut raksasa akan mempercepat kepunahan spesies flora dan fauna lainnya di perairan Pulau Jawa.

Baca Juga: Riset BRIN, Amblesan Tanah Jadi Bahaya Tersembunyi karena Sulit Terdeteksi

Secara umum, sumber daya perikanan di perairan Pulau Jawa telah berada pada situasi yang mengkhawatirkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, sumber daya ikan telah mengalami fully exploited sebesar 67 persen dan over exploited sebesar 22 persen.

Artinya, data tersebut menyatakan, bahwa perairan utara Jawa perlu dipulihkan karena selama ini telah dieksploitasi tanpa henti. Tetapi pembangunan tanggul laut raksasa justru semakin mengancam stok sumber daya ikan sebagai sumber protein masyarakat.

Penghancuran Ekonomi Masyarakat di Sektor Perikanan
Pada tahun 2016, KKP melalui Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan telah mempublikasikan sebuah kajian mengenai dampak proyek reklamasi Pulau C dan D di Teluk Jakarta dengan judul Dampak Sosial Ekonomi dan Rekomendasi Kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta. Meski kajian ini belum menghitung dampak kerugian dan kehilangan ekonomi masyarakat di sektor perikanan di tempat lainnya di pesisir utara Jawa, tetapi setara atau lebih besar kerugiannya dapat dibayangkan.

Baca Juga: Ismawan, Waspada Gempa Meski Tinggal di Zona Sesar Belum Dipetakan

Dokumen Dampak Sosial Ekonomi dan Rekomendasi Kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta mencatat sebagai berikut:

Pertama, setiap wilayah perairan yang hilang seluas 1 ha menyebabkan kerugian ekonomi yang diterima nelayan adalah Rp26.899.369 per orang per tahun. Total kerugian nelayan akibat berkurangnya wilayah perairan di Teluk Jakarta sebesar Rp137.536.474.541 per tahun. Asumsinya, nelayan masih dapat beroperasi di wilayah perairan di atas Teluk Jakarta yang tidak mengalami pengurukan lahan.

Jika kegiatan nelayan berhenti secara total, maka nilai kerugian ekonomi yang diterima nelayan mencapai Rp101.312.544 per orang per tahun dengan nilai total mencapai Rp766.632.021.205. Nilai ini diperoleh berdasarkan penghitungan valuasi ekonomi dengan teknik effect on production yang menghitung besaran surplus konsumen dari kegiatan penangkapan ikan.

Baca Juga: Usai Status Awas, Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi Setinggi 2 Km

Kedua, setiap unit usaha budidaya kerang hijau yang terkena dampak reklamasi mengakibatkan kerugian pembudidaya sebesar Rp85.599.135 per unit per tahun. Jumlah unit budidaya kerang hijau tercatat sebesar 1.155 unit, sehingga total kerugian mencapai Rp98.867.000.590 per tahun. Nilai ini diperoleh berdasarkan penghitungan valuasi ekonomi dengan teknik effect on production yang menghitung besaran surplus konsumen dari kegiatan budidaya kerang hijau

Ketiga, setiap luasan 1 ha tambak yang terkena dampak reklamasi mengakibatkan kerugian sebesar Rp27.992.943 per tahun. Luas tambak perikanan di Teluk Jakarta tercatat sebesar 487 ha sehingga menyebabkan total kerugian Rp13.632.563.241 per tahun. Nilai diperoleh berdasarkan penghitungan valuasi ekonomi dengan teknik residual rent yang nilai manfaat ekonomi bersih dengan proyeksi 10 tahun ke depan dan tingkat suku bunga sebesar 5 persen.

Keempat, setiap pedagang perikanan memiliki potensi kerugian sebesar Rp76.488.078 per tahun atau Rp6.374.007 per bulan. Jumlah pedagang yang tercatat berdasarkan hasil identifikasi lapangan adalah 1.561 orang, sehingga nilai total kerugian sebesar Rp119.397.890.393 per tahun. Nilai kerugian akan terjadi apabila pedagang perikanan tidak lagi dapat melanjutkan usaha karena tidak adanya pasokan ikan dari nelayan. Nilai tersebut dihitung berdasarkan nilai manfaat bersih dengan proyeksi 10 tahun ke depan dan tingkat suku bunga 5 persen.

Baca Juga: Status Gunung Marapi Naik Level Siaga, Waspadai Gas Beracun

Kelima, setiap pengolah hasil perikanan memiliki potensi kerugian sebesar Rp97.797.274 per tahun atau Rp8.149.773 per bulan. Secara statistik jumlah pengolah tercatat sebesar 472 orang, sehingga dapat diperoleh potensi kerugian sebesar Rp46.160.313.328 per tahun. Nilai tersebut diperoleh dari hasil rata-rata nilai manfaat ekonomi bersih dengan proyeksi selama 10 tahun kedepan dengan tingkat suku bunga sebesar 5 persen.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: COP28 DubaiEkosistem mangrovegiant sea wallreklamasi lautsolusi palsutanggul laut raksasaWalhi

Editor

Next Post
Perdagangan anjing dan kucing di Pasar Tomohon. Foto Dok. Human Society International.

Kapan Indonesia Melarang Anjing dan Kucing Dijual dan Dikonsumsi?

Discussion about this post

TERKINI

  • Mahkamah Konstitusi menolak pengajuan uji formil UU KSDAHE, 17 Juli 2025. Foto Dok. AMAN.MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE, Dissenting Opinion Dua Hakim Sebut Ada Pelanggaran
    In News
    Kamis, 24 Juli 2025
  • Rapat Koordinasi Penanganan Karhutla di Riau, 23 Juli 2025. Foto Dok. BMKG.Juli Puncak Kemarau di Riau, Potensi Karhutla Meningkat hingga Awal Agustus
    In News
    Kamis, 24 Juli 2025
  • Ilustrasi gajah di kawasan DAS Peusangan, Aceh. Foto WWF Indonesia.Lahan Konservasi Gajah dari Prabowo, Pakar Ingatkan Kepastian Status Lahan dan Kesesuaian Habitat
    In News
    Rabu, 23 Juli 2025
  • Komisi XIII menerima audiensi LEM UII Yogyakarta terkait RUU Masyarakat Adat di Gedung DPR, 21 Juli 2025. Foto Runi-Andri/Parlementaria.Lebih Dua Dekade, Baleg dan Komisi XIII DPR Janji Sahkan RUU Masyarakat Adat
    In News
    Rabu, 23 Juli 2025
  • Peresmian Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya di Jakarta, 21 Juli 2025. Foto BMKG.Fondasi Gedung Pusat Komando Peringatan Dini Multi Bahaya Sedalam 30 Meter
    In IPTEK
    Rabu, 23 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media