Wanaloka.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan, tidak ada yang perlu diperdebatkan pemanfaatan ekonomi di kawasan ekosistem Leuser (KEL). KEL tidak sama dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan kawasan konservasi dengan luas areal 830 ribu hektar.
Kawasan ekosistem Leuser yang membentang di Provinsi Aceh, satu-satunya hutan terlengkap yang dihuni empat satwa langka yang dilindungi. Dengan luas mencapai 2,5 juta hektar, KEL memiliki lanskap konservasi, perlindungan, produksi, dan langskap pemukiman masyarakat. Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan kawasan konservasi, bagian dari kawasan ekosistem Leuser.
Dijelaskan Menteri Siti Nurbaya, KEL satu-satunya kawasan hutan di Indonesia yang menjadi hunian empat satwa langka yang dilindungi yakni, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah, orangutan sumatera (Pongo abelii), dan badak.
Baca Juga: Peraturan Anti Deforestasi UE, Walhi Desak Pemerintah Segera Benahi Tata Kelola Sawit dan Kayu
Hal ini yang menjadikan Provinsi Aceh satu-satunya provinsi yang memiliki kekayaan alam dengan kehidupan satwa liar yang menjadi kunci tertinggi (key wildlife) dan terlengkap.
“KEL tidak sama dengan Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan kawasan konservasi. TNGL menjadi bagian dari KEL,” kata Menteri Siti Nurbaya.
Oleh karenanya, sebut Menteri Siti, kawasan ekosistem Leuser bukan seluruhnya merupakan lanskap konservasi dan perlindungan, namun juga ada lanskap produksi dan pemukiman masyarakat.
“Lanskap produksi di KEL diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi kehutanan yang mendukung perekonomian masyarakat lokal dan masyarakat adat serta sektor dunia usaha,” ujar Menteri Siti Nurbaya.
Karenanya, Menteri Siti Nurbaya menyatakan, tidak perlu diperdebatkan apakah kawasan ekosistem Leuser dimanfaatkan atau tidak. Namun diingatkannya, pemanfaatan KEL harus bertanggung jawab dan legal guna mendukung pembangunan berkelanjutan di Provinsi Aceh.
Discussion about this post