Wanaloka.com – Erupsi Gunung Marapi pada 3 Desember 2023 pukul 14.53 WIB lalu viral. Lantaran erupsi ini tak disertai dengan tanda atau gejala apapun sebelumnya. Bahkan, gempa vulkanik pun tidak terjadi. Kesaksian para pendaki yang selamat pun menyatakan bahwa tak ada tanda-tanda erupsi sama sekali.
Abu vulkanik yang membumbung tinggi ke atas berwarna kelabu dengan intensitas yang tebal. Saat erupsi terjadi, 75 pendaki diketahui terjebak di sana. Bahkan 23 orang dilaporkan tewas. Sementara gunung api yang terletak di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat itu masih menyandang status Level II atau waspada.
Tak heran, masyarakat pun dibuat terkejut akan insiden tersebut. Lantas, mengapa hal ini dapat terjadi?
Baca Juga: Ini Program Kerja Parekraf Hijau dan Berkelanjutan Hasil Rakornas 2023
Ahli Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Mirzam Abdurrachman menduga letusan itu terjadi karena adanya akumulasi gas pada dapur magma yang telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya.
“Ada gangguan keseimbangan dari dapur magma. Sebenarnya selama hal tersebut tidak terganggu, tidak akan terjadi erupsi,” tutur Mirzam.
Ketidakseimbangan dapur magma ini dapat dipengaruhi proses yang terjadi di bawah dapur magma, yakni proses pembentukan magma baru. Ketika magma baru ini muncul, bisa menginjeksi ke dalam dapur magma. Ketika dapur magma berada dalam kondisi yang dinilai sudah berlebih, inilah yang akhirnya dapat menyebabkan erupsi.
Baca Juga: Film “Barang Panas” tentang Geotermal Diputar Perdana di 14 Tempat
“Sebenarnya seperti siklus, ada periodenya. Perlu waktu yang hampir sama. Siklus itu sebenarnya dapat diprediksi, termasuk yang terjadi di dalam chamber (dapur magma) ketika magmanya mendingin. Di situlah terpisah kristal, terpisah dari larutannya, dan terpisah pula gasnya. Jadi sekarang ada tiga komponen, yakni fase cairan, fase padat, dan gas. Ketika gasnya sudah menggembung sedemikian rupa dan tak dapat menahan lagi, erupsi bisa terjadi,” papar Mirzam.
Terkait periode letusan, Mirzam mengatakan Gunung Marapi memiliki periode letusan mulai dari 1-17 tahun. Artinya, jika sudah 17 tahun Gunung Marapi tidak mengalami erupsi, maka letusan selanjutnya berpotensi menjadi lebih besar.
Berdasarkan data dari laman resmi Provinsi Sumatera Barat, Gunung Marapi pertama kali tercatat mengeluarkan aktivitas vulkanik pada 1807. Adapun letusan eksplosif yang besar terakhir tercatat pada tahun 1991.
Baca Juga: Walhi: 3 Capres Tak Singgung Ketidakadilan Penguasaan SDA dalam Debat HAM
“Marapi ini menarik. Pada 1928 pernah memiliki sumbat lava lalu menghilang. Kemudian terakhir mempunyai sumbat lava pada 1991 atau 1992. Dari situ enggak pernah keluar lava. Jadi harusnya sudah diisi selama 17 tahun. Per 2023 sudah lebih dari 6 tahun. Artinya, dia tidak keluar atau sudah lebih dari periode seharusnya,” imbuh Mirzam.
Discussion about this post