“Ini jadi peringatan bahwa pengendalian HLB tidak cukup hanya berfokus pada jeruk yang dibudidayakan. Juga harus mengawasi lanskap sekitar, seperti tanaman pagar, semak liar, bahkan tanaman hias di taman kota,” kata Siti.
Baca juga: Mendesain Kota Bandung Berbasis Mitigasi Tanah Bergerak Akibat Sesar Lembang
Tidak harus diberantas
Meski begitu, deteksi patogen di M. sumatrana bukan berarti tanaman ini harus diberantas. Justru diperlukan pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem. Perawatan teratur, pengawasan vektor, serta perlakuan karantina terhadap pergerakan tanaman dari dan ke zona rawan HLB perlu diperkuat.
“Kami tidak menyarankan penghilangan spesies. Justru perlu memahami perannya secara ekologis dan mengelolanya dengan bijak,” tegas dia.
Studi ini juga menjadi contoh bagaimana ilmu botani klasik dan bioteknologi molekuler bisa bersinergi. Identifikasi spesies tidak hanya berdasarkan bentuk daun, bunga, buah, biji, atau tinggi tanaman. Melainkan dikonfirmasi secara genetik melalui serangkaian analisis molekuler berbasis sekuen DNA kloroplas dan ITS.
Baca juga: Empat Provinsi Dilanda Bencana Hidrometeorologi, Waspada Masa Pancaroba
Pendekatan ini memberikan validasi ilmiah yang kuat dalam membedakan spesies yang secara morfologi tampak serupa, terutama antara M. paniculata dan M. sumatrana. Keduanya sering kali tertukar dalam identifikasi lapangan. Padahal perbedaan status sebagai inang patogen memiliki dampak besar bagi kebijakan karantina tumbuhan, manajemen risiko penyakit, dan pergerakan tanaman dalam sistem perdagangan hortikultura, khususnya tanaman hias.
Dengan akurasi identifikasi yang lebih tinggi, kebijakan pengendalian pun bisa dibuat lebih tepat sasaran dan efisien. Siti berharap, hasil riset ini bisa menjadi pijakan untuk membangun strategi pengendalian HLB yang lebih menyeluruh dan berbasis lanskap.
“Kalau kita tidak menyentuh vegetasi sekitar kebun jeruk, kita seperti menutup satu lubang. Namun membiarkan lubang lainnya terbuka lebar,” kata dia.
Baca juga: Gempa Dangkal 5,6 Magnitudo Guncang Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara
Temuan ini tidak hanya memperluas pemahaman tentang siklus penyakit HLB, tapi juga menjadi pengingat bahwa tanaman lokal, meski tampak tak berbahaya, bisa berperan besar dalam dinamika penyakit tanaman. Dengan pendekatan ilmiah yang memadukan taksonomi molekuler dan ekologi lapangan, para peneliti UGM kembali menunjukkan bagaimana riset kampus bisa memberikan dampak nyata bagi ketahanan pangan nasional.
Kerjasama riset nasional dan inetrnasional secara terpadu akan memberikan dampak lebih luas dan signifikan untuk memahami dan memecahkan masalah pertanian. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post