Pertama, menghukum PT JJP membayar ganti rugi materiil secara tunai melalui rekening Kas Negara sebesar Rp7.196.188.475;
Baca Juga: Medan Zoo Kesulitan Operasional, BKSDA Sumut Utamakan Keselamatan Satwa
Kedua, melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 120 hektare dengan biaya sebesar Rp22.277.130.853 sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian PT JJP mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada tanggal 10 Maret 2017, Majelis Hakim PT DKI Jakarta memutus perkara dengan amar putusan:
Pertama, menghukum PT JJP untuk membayar ganti rugi materiil sejumlah Rp491.025.500.000 yang terdiri dari ganti rugi materiil Rp119.888.500.000,00, tindakan pemulihan lingkungan sebesar Rp371.137.000.000;
Baca Juga: Kapan Indonesia Melarang Anjing dan Kucing Dijual dan Dikonsumsi?
Kedua, membayar uang paksa (dwangsom) sejumlah Rp25.000.000 per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan tindakan pemulihan lingkungan.
Selanjutnya, PT JJP melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung, dimana Majelis Hakim MA menolak permohonan kasasi tersebut pada tanggal 28 Juni 2018.
PT JJP kemudian menempuh upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali/PK). Dan Majelis Hakim MA lewaat amar putusan menolak permohonan PK pada tanggal 19 Oktober 2020. Putusan pengadilan pun berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).
Baca Juga: Menhan Gaungkan Giant Sea Wall, Walhi: Percepat Kerusakan Ekologis Pulau Jawa
Untuk menindaklanjuti Putusan MA, KLHK telah melakukan langkah-langkah eksekusi:
Pertama, pengajuan permohonan surat keterangan berkekuatan hukum tetap kepada Ketua PN Jakarta Utara, kemudian telah ditindaklanjuti dengan Surat Nomor: W10-U4/8915/HK.02/10/2021 tanggal 26 Oktober 2021.
Kedua, pengajuan permohonan eksekusi kepada Ketua PN Jakarta Utara dan menghadiri pelaksanaan pemberian teguran (aanmaning) oleh Ketua PN Jakarta Utara pertama tanggal 27 April 2022 hingga tanggal 14 September 2022. Namun PT JJP tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara patut. Bahkan pada tanggal 1 September 2022, PT JJP mengajukan upaya hukum PK kedua ke MA.
Baca Juga: Kisah Para Peneliti Gempa Sumedang
Ketiga, KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi kepada Ketua PN Jakarta Utara pada tanggal 22 Oktober 2022.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan ketidakhadiran PT JJP dalam pemberian tegoran (aanmaning) oleh Ketua PN Jakarta Utara dan pengajuan permohonan PK kedua oleh PT JJP kepada MA menunjukkan tergugat tidak mempunyai komitmen untuk melaksanakan isi putusan pengadilan yang telah inkracht secara sukarela.
“Bahkan cenderung melakukan perlawanan hukum,” kata Rasio dalam keterangannya di Jakarta, 15 Januari 2024.
Baca Juga: Banjir Perkotaan, Dosen ITB Sarankan Lembaga Khusus Tangani Banjir
Pihaknya telah memerintahkan kepada Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup untuk melakukan percepatan pelaksanaan eksekusi, berkoordinasi dengan Ketua PN Jakarta Utara dan instansi terkait lainnya, seperti Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan data dukung aset yang akan dilakukan sita eksekusi. Hingga PT JJP memenuhi semua kewajibannya dalam memenuhi putusan pengadilan yang telah inkracht, termasuk mengambil langkah-langkah untuk percepatan sita eksekusi.
”Komitmen dan kosistensi KLHK untuk penegakan hukum termasuk melalui gugatan perdata, sangat jelas. Kami tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan dengan semua instrumen yang ada, baik administratif, perdata maupun pidana. Semua putusan perdata yang berkeputusan tetap akan kami eksekusi, agar kerugian lingkungan dapat dipulihkan,” papar Rasio.
Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Jasmin Ragil Utomo sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK mengatakan, bahwa dari 19 kasus perkara perdata lingkungan hidup yang telah inkracht, 8 kasus telah menyetor ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejumlah Rp351.973.592.810,00. Sedangkan 11 perkara yang sudah inkracht sedang dalam proses eksekusi. [WLC02]
Discussion about this post