Wanaloka.com – Berdasarkan pantauan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), pembatasan terhadap pemberitaan bencana di Sumatra beberapa waktu terakhir terjadi secara masif dan sistematis. Polanya dinilai jelas dan berbahaya. Mulai dari intimidasi aparat TNI terhadap jurnalis Kompas yang meliput bantuan internasional, penghapusan total pemberitaan bencana di Detik.com, hingga penghentian siaran dan praktik sensor diri oleh CNN Indonesia TV terhadap laporan langsung dari lokasi bencana.
Laporan-laporan tersebut menampilkan kondisi faktual di lapangan yang bertolak belakang dengan narasi resmi pejabat negara. Rangkaian peristiwa ini menunjukkan ada upaya serius untuk mengendalikan arus informasi publik dan menutup fakta.
Atas dasar itu, KKJ menyampaikan sejumlah pandangan.
Pertama, kemerdekaan pers terus ditekan dan dilemahkan.
Baca juga: Sidang Tokoh Adat Christian Toibo, Kuasa Hukum Ajukan Penangguhan Penahanan
Pembatasan dan intimidasi terhadap jurnalis merupakan serangan langsung terhadap kemerdekaan pers, yang tidak dapat dipisahkan dari kebebasan berekspresi dan hak warga negara untuk mengetahui. Kemerdekaan pers adalah indikator utama kebebasan sipil dan kualitas demokrasi.
Tindakan intimidasi terhadap jurnalis secara langsung bertentangan dengan jaminan perlindungan hukum yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Lebih dari itu, perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana menghalang-halangi kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers.
“Perlu ditegaskan upaya perdamaian secara informal tidak menghapus unsur pidana dari tindakan melawan hukum tersebut,” tegas Koordinator KKJ, Erick Tanjung.
Baca juga: Walhi Papua Tolak Rencana Prabowo Buka Perkebunan Sawit di Papua
Kedua, negara diduga aktif membatasi hak atas informasi warga negara.
Pembatasan pemberitaan bencana merupakan pelanggaran serius terhadap hak atas informasi, yang merupakan hak asasi dan hak konstitusional warga negara. Hak ini dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945, yang menyatakan setiap orang berhak untuk memperoleh dan menyampaikan informasi.
Dalam konteks bencana, pembatasan informasi bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keselamatan publik.
“Upaya penyeragaman narasi dan pengaburan fakta menunjukkan kehendak negara untuk mengontrol pengetahuan masyarakat dan mengancam kebebasan pers,” kata Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida.
Ketiga, negara berpotensi menjadi produsen disinformasi.
Baca juga: Terancam Punah, DIY Didesak Terbitkan Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang







Discussion about this post