OMC menjadi kunci
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengklaim penerapan sains dan teknologi dalam OMC merupakan kunci menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta penyebaran asap lintas batas. Peristiwa masa lalu menjadi pembelajaran dalam mengambil setiap keputusan dan pelaksanaan operasi.
Baca juga: Akhmad Arifin, Solusi Permukiman di Daerah Banjir Ekstrem Harus Kembali Menjadi Hutan
Ia mencontohkan, pada tahun 2023, BMKG telah memprediksi ada potensi karhutla di sejumlah wilayah Indonesia akibat fenomena El Nino sejak enam bulan sebelumnya. BMKG melakukan monitoring dan update prediksi terus menerus hingga dilakukan OMC menjelang musim kemarau bersama BNPB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Kementerian PUPR.
“OMC dilakukan sejak musim hujan untuk meningkatkan muka air tanah (TMAT) gambut sehingga ketika musim kering tiba, lahan gambut tidak begitu kering dan mudah terbakar,” papar Dwikorita pada rapat koordinasi dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan BNPB di Gedung Command Center BMKG, Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Sejak 2015, pembasahan lahan gambut sebelum puncak musim kering melalui OMC berhasil menurunkan karhutla rata-rata sebesar 23 persen (2016-2019). Bahkan, OMC mampu mengurangi sekitar 30-50 hari puncak periode kering pada 2019, meski terjadi El Nino.
Baca juga: Ekspedisi Geosains, Pelajari Zona Tumbukan Dua Lempeng di Selatan Pulau Sumba
Pada Agustus 2025, BMKG memprediksi karhutla masih berpotensi terjadi di sebagian Riau dan Sumatra Utara (kategori menengah), serta Jawa dan Sulawesi (kategori menengah–tinggi), bertepatan puncak musim kemarau di wilayah tersebut. Sedangkan pada September hingga Oktober, luas wilayah kategori tinggi-menengah berangsur berkurang.
Pantauan dinamika TMAT di enam provinsi rawan karhutla (Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan) cenderung kategori aman. Keberadaan titik dengan kedalaman TMAT sangat rendah di semua provinsi rawan karhutla tetap menjadi perhatian mitigasi.
Sementara sebagian wilayah Riau terpantau masih relatif lembab, tetapi terdapat area signifikan yang berisiko kering. Jambi dan Sumsel menunjukkan kategori rawan dan normal, meski beberapa titik kedalaman sangat kering dan berbahaya. Kalbar, Kalteng, dan Kalsel cenderung lembap dan kering, serta relatif sedikit ditemukan titik ekstrem kering.
Baca juga: Peternakan Sapi Perah di Pegunungan Arfak akan Dihidupkan Lagi
Saat ini, OMC berlangsung di Riau (10-19 Agustus) dengan pendanaan dari Kemenhut, Jambi dan sebagian Sumsel (10-19 Agustus) dengan pendanaan PT Wirakarya Sakti, dan Kalsel (13-33 Agustus) dengan pendanaaan KemenLH. BMKG terus memperbarui rekomendasi pelaksanaan OMC berdasarkan urgensi serta kebutuhan teraktual wilayah terdampak.
OMC juga masih memungkinkan untuk dilaksanakan selama Dasarian II Agustus 2025 di beberapa provinsi yang diprediksi mudah terbakar. Juga secara historis memiliki pola jumlah hotspot tinggi selama Agustus hingga September. [WLC02]
Sumber: BMKG







Discussion about this post