Sabtu, 12 Juli 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Pemerintah Pilih Kebijakan Ekonomi Ekstraktif, Untung Tapi Merusak Lingkungan

Senin, 18 September 2023
A A
Ilustrasi pertambangan. Foto keesstes/pixabay.com.

Ilustrasi pertambangan. Foto keesstes/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Sumber daya alam Indonesia yang melimpah, baik hayati maupun non hayati ternyata menimbulkan polemik terkait distribusi dan pemanfaatannya. Pemerintah berperan untuk menentukan pengelolaan sumber daya alam dan prioritas pembangunan yang ingin diraih. Ironinya, hasil ekstraksi dan pemanfaatan SDA dinilai belum bisa mensejahterakan rakyat sepenuhnya.

“Kita terbiasa dengan jumlah (melimpah) itu dan tanpa sadar bisa habis. Kita juga banyak menggunakan sumber daya alam non hayati. Penggunaannya banyak menimbulkan kerusakan pada sumber daya lainnya,” ucap Ketua Dewan Pembina Yayasan KEHATI Ismid Hadad saat memberikan pengantar diskusi buku “Analisis Kebijakan Tata Kelola Sumber Daya Alam” karya Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Prof. Hariadi Kartodiharjo yang digelar Social Research Center Fisipol UGM dan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM pada 14 September 2023. Diskusi tersebut membongkar berbagai sudut pandang dalam penerapan kebijakan sumber daya alam di Indonesia.

Menurut Ismid, tujuan pembangunan yang dicanangkan pemerintah masih mengutamakan pertumbuhan ekonomi saja. Berbagai kebijakan terkesan terburu-buru dan belum matang, hingga menyebabkan tidak adanya aspek keberlanjutan.

Baca Juga: Krisis Iklim, Jokowi Minta Pengusaha Tanam Pohon di Area Bekas Tambang

“Pemerintah kita lebih suka melakukan kebijakan ekonomi ekstraktif, ya. Jadi, mengutamakan sumber daya tambang dan migas, dibanding merawat sumber daya alam hayati untuk masa depan. Karena dinilai lebih menguntungkan, tapi juga lebih cepat membuat bumi rusak,” imbuh Ismid.

Padahal yang paling penting adalah sumber daya alam hayati dan keanekaragaman hayati terus berlangsung,. Buku yang turut disponsori oleh Yayasan KEHATI tersebut mengupas tuntas berbagai sudut pandang implementasi pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Terlebih pemanfaatan SDA ekstraktif yang mengundang banyak modal asing untuk masuk, juga menambah potensi kerusakan alam yang tidak bertanggung jawab.

Peneliti Institute for Research of Empowerment, Dinda Ahlul Latifah menambahkan saat ia melakukan survei ke desa-desa sebagai peneliti telah menyadari banyak ketimpangan, khususnya akibat alih fungsi lahan. Ketika pemerintah atau swasta membeli tanah dari masyarakat dan menyebabkan tempat tinggal mereka harus direlokasi, yang didapat masyarakat tidak setimpal. Ia mencontohkan, sebelumnya di desa mereka memiliki rumah dengan pelataran dan kebun yang luas. Ketika direlokasi, yang mereka dapatkan hanya rumah berukuran kecil dan tidak memiliki lahan.

Baca Juga: Solidaritas Nasional untuk Rempang: Peristiwa Rempang 7 September Pelanggaran HAM

“Lalu, bagaimana persoalan desa ini bisa teratasi,” tanya Dinda.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: Fisipol UGMkebijakan ekonomi ekstraktifkerusakan lingkunganobjek wisatapemerintah IndonesiaYayasan KEHATI

Editor

Next Post
Guru Besar Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Yonvitner. Foto hacipb.or.id.

Yonvitner: Mangrove Ibarat Ibu yang Diperlukan untuk Mengasuh Banyak Anak

Discussion about this post

TERKINI

  • WHO Goodwill Ambassador for Leprosy Elimination, Yohei Sasakawa dan Menkes Budi Gunadi Sadikin berkunjung ke Sampang, Madura dalam program eliminasi kusta, 8 Juli 2025. Foto Dok. Kemenkes.Kusta Bukan Penyakit Kutukan, Kusta Bisa Disembuhkan
    In Rehat
    Kamis, 10 Juli 2025
  • Destinasi wisata di Danau Toba, Sumatra Utara. Foto Dok. Kemenpar.Konferensi Internasional Jadi Upaya Geopark Kaldera Toba Raih Kembali Green Card UNESCO
    In Traveling
    Kamis, 10 Juli 2025
  • Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dietriech G Bengen. Foto Dok. Alumni IPB.Dietriech Geoffrey, Merkuri Masuk ke Perairan Lewat Limbah Industri hingga Keramba Jaring Apung
    In Sosok
    Rabu, 9 Juli 2025
  • Suasana konferensi pers soal gugatan SLAPP terhadap dua Guru Besar IPB University oleh PT KLM di YLBHI, 8 Juli 2025. Foto YLBHI.Bambang Hero dan Basuki Wasis Tak Gentar Hadapi Gugatan SLAPP Perusak Lingkungan di Pengadilan Cibinong
    In News
    Rabu, 9 Juli 2025
  • Pertemuan International Leprosy Congress (ILC) di Nusa Dua, Bali pada 7 Juli 2025. Foto Dok. Kemenkes.Menteri Kesehatan Janjikan Nol Kusta, Nol Disabilitas, Nol Stigma
    In News
    Selasa, 8 Juli 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media