Wanaloka.com – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menerbitkan dua regulasi penting yang mengatur penerapan baku mutu air limbah dan standar teknologi pengolahannya di berbagai sektor.
Meliputi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 11 Tahun 2025 tentang Baku Mutu dan Standar Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik (Permen 11/2025). Serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 12 Tahun 2025 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Usaha atau Kegiatan Tekstil (Permen 12/2025).
Keduanya merupakan tindak lanjut dari amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberi kewenangan kepada Menteri LH/Kepala BPLH untuk menetapkan baku mutu dan standar pengolahan limbah cair.
Baca juga: Sinergi Tradisi dan Sains Jadi Solusi Mitigasi Bencana di Indonesia
“Peraturan ini untuk membagi volume air limbah domestik supaya ada pembedaan yang lebih adil antara yang besar dan yang kecil. Sebab berbeda dari sisi dampak lingkungan maupun pengelolaan teknisnya,” jelas Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air KLH/BPLH, Tulus Laksono.
Ketentuan Permen 11/2025 memungkinkan penetapan baku mutu berdasarkan volume dan karakteristik spesifik air limbah, sehingga industri kecil dan besar dapat memiliki perlakuan yang lebih proporsional.
Pelaku usaha diberi keleluasaan memilih teknologi pengolahan yang telah distandardisasi atau melakukan verifikasi teknologi baru sesuai kebutuhan. Jika menggunakan teknologi tambahan di luar lampiran regulasi, maka penanggung jawab wajib menyusun standar teknis sebagai dokumen pendukung. Pendekatan fleksibel ini diharapkan dapat mempercepat adopsi inovasi dalam sistem pengolahan air limbah, tanpa mengabaikan pengawasan dan parameter ilmiah yang telah ditetapkan.
Baca juga: Kementerian PU Alokasikan Rp351,8 Miliar untuk Tanggap Darurat Bencana 2025
Sementara Permen 12/2025 memberi perhatian khusus pada industri tekstil, salah satu sektor dengan potensi limbah tinggi. Aturan ini menetapkan batasan teknis yang lebih rinci, baik untuk unit pengolahan terpisah maupun terintegrasi, melalui perhitungan debit tertinggi dan kadar gabungan maksimum sebelum dilepas ke media lingkungan.
Menurut Pengendali Dampak Lingkungan Hidup Ahli Muda KLH/BPLH, Safrudin, penyempurnaan parameter dilakukan setelah evaluasi menyeluruh terhadap penerapan aturan sebelumnya.
“Selama lima tahun terakhir kami menemukan ada parameter yang sulit diterapkan di wilayah dengan suhu rendah, seperti Bandung. Atas dasar itu, kami melakukan penyesuaian sesuai masukan dari Asosiasi Tekstil Indonesia,” ujar Safrudin.







Discussion about this post