Wanaloka.com – Lebih dari 100 peserta dari berbagai pihak antusiasme mengikuti diskusi publik bertajuk “Mendukung Pengesahan RUU Masyarakat Adat: Bentuk Pengakuan, Keadilan, dan Penghormatan Bagi Masyarakat Adat” di Balai Sidang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada Selasa, 22 April 2025.
Keberadaan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA) sangat penting untuk memberikan dan memastikan pemenuhan hak konstitusional Masyarakat Adat yang selama ini kerap termarginalkan. Untuk itu, dukungan dari berbagai elemen, terutama dari kalangan universitas, akademisi dan mahasiswa, menjadi krusial dalam memperkuat tekanan terhadap proses legislasi ini.
Para akademisi menegaskan pentingnya dorongan dari kampus sebagai ruang kritis dan intelektual untuk mempercepat proses pengakuan rancangan undang-undang ini.
Baca Juga: Anggota Baleg DPR, RUU Masyarakat Adat Mendesak agar Tak Terusir dari Tanah Leluhur
Prof. Ratih Lestarini, Guru Besar Bidang Sosiologi Hukum Fakultas Hukum UI, mengatakan, bahwa konflik masyarakat adat dan negara semakin banyak saat ini.
“Pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi penting sebagai payung besar untuk mengatur keruwetan interaksi hukum adat dan hukum negara di ruang sosial. Hukum harus bisa menyeimbangkan kepentingan para pihak, dan seharusnya memberikan perlindungan hak adat sekaligus juga memberikan kepastian hukum bagi investasi,” ujar Ratih.
Dosen Bidang Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum UI, Dr. R. Ismala Dewi, mengatakan, masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya atas keberadaan wilayah adat, termasuk sumber daya alamnya.
“Kita perlu mendukung penerapan hukum adat dalam menjaga lingkungan hidupnya tersebut. Sehingga tercipta keberlangsungan ketersediaan air dan lingkungan hidup yang berkelanjutan bagi Masyarakat adat. Untuk itu perlu RUU Masyarakat Adat perlu segera disahkan untuk mengakomodasi pemenuhan hak Masyarakat Adat atas sumber daya alamnya secara berkeadilan,” kata Ismala.
Baca Juga: Ironis, Hari Bumi 2025 Masih Ada Puluhan Ribu Lubang Tambang Batu Bara di Kalimantan Timur
Dalam diskusi tersebut, perspektif kebudayaan juga turut disuarakan sebagai bagian penting dalam pembahasan RUU Masyarakat Adat. Sebab, pengakuan terhadap masyarakat adat bukan hanya soal hak atas tanah atau wilayah, melainkan juga tentang penghormatan terhadap nilai-nilai hidup, tradisi, serta cara pandang dunia yang diwariskan secara turun-temurun.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Luh Gede Saraswati Putri, budayawan sekaligus dosen filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.
“Pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi krusial karena Masyarakat Adat adalah penjaga dan pelestari lingkungan hidup, dengan kearifan lokal yang mampu merawat alam secara berkelanjutan. Komunitas Adat memiliki nilai-nilai Budaya yang lestari sebagai identitas Bangsa,” ucapnya.
Upaya pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Indonesia terus bergulir. Salah satu tonggak penting yang dinanti adalah pengesahan RUU Masyarakat Adat. RUU Masyarakat Adat telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak tahun 2009. Meski demikian, hingga kini RUU Masyarakat Adat belum juga disahkan.
Baca Juga: Rahma Widyanti, Perempuan Rimbawan yang Menjelajah di Empat Daerah
Discussion about this post