Dalam pemaparannya, Dwikorita menilai bahwa transisi dari early warning menuju early action hanya dapat terwujud jika sistem peringatan dini multi-bahaya (Multi-Hazard Early Warning System/MHEWS) diperkuat secara berkelanjutan.
Dikatakannya, BMKG terus mengembangkan sistem peringatan dini yang terintegrasi dan berbasis risiko, sehingga setiap prakiraan cuaca ekstrem, gelombang tinggi, atau potensi bahaya lainnya dapat segera direspons dengan langkah mitigasi konkret sebelum dampaknya meluas.
Selain percepatan EW4All, Kongres ini juga menyoroti pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk meningkatkan akurasi prakiraan cuaca dan mempersempit kesenjangan digital, khususnya di wilayah tropis dan kepulauan yang masih terbatas dalam data observasi.
Baca juga: Reza Cordova, Cemaran Mikroplastik Terindikasi dalam Udara di 18 Kota Pesisir di Indonesia
“Integrasi AI dalam sistem prakiraan global diharapkan mampumempercepat deteksi, memperluas jangkauan layanan, dan memperkuat kemampuan negara-negara berkembang untukmengambil keputusan berbasis bukti ilmiah,” kata Dwikorita dalam siaran pers BMKG, Jumat, 31 Oktober 2025.
Dalam Kongres Luar Biasa Organisasi Meteorologi Dunia dihasilkan Resolusitentang Implementasi Monitoring Gas Rumah Kaca Global (Global Greenhouse Watch). Dalam penyusunan resolusi tersebut, delegasi Indonesia memberikan masukan penting agar keseimbangan antara koordinasi global dan kemampuan implementasi pada tingkat negara untuk terlaksana.
Kepala BMKG menekankan bahwa penguatan kapasitas negara anggota, interoperabilitas data, dan kesetaraan akses terhadap infrastruktur observasi menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan sistem pemantauan global yang berkeadilan.
Kongres WMO juga menyoroti penguatan WMO Coordination Mechanism (WCM) sebagai wadah kolaborasi global untuk mendukung kesiapsiagaan di negara-negara yang rentan dan terdampak konflik melalui dukungan teknis dan peningkatan interoperabilitas sistem nasional dan regional.
Baca juga: Ikhtiar Petani Gunungkidul Menjaga Pangan Lokal yang Terancam Ditinggalkan
Tahun 2025 juga menandai 75 tahun berdirinya WMO, sekaligus menjadi momentum refleksi bagi seluruh negara anggota untuk menata masa depan sistem peringatan global yang lebih inklusif dan adaptif terhadap tantangan iklim.
“Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat pembangunan sistem peringatan dini multi bahaya yang tangguh, inklusif, dan berbasis tindakan nyata. Upaya ini bukan hanya untukmeningkatkan kapasitas nasional, tetapi juga memperkuatkolaborasi regional di bawah WMO Regional Association V (South-West Pacific),” imbuh Dwikorita. [WLC01]
Sumber: BMKG







Discussion about this post