Bencana hidrometeorologi adalah fenomena bencana alam atau proses merusak yang terjadi di atmosfer, air atau lautan. Contoh bencana hidrometeorologi yang sering terjadi di Indonesia di antaranya yaitu, kekeringan, badai petir, banjir, angin kencang, longsor, dan puting beliung.
Berdasarkan data BNPB jumlah kejadian bencana hidrometeorologi di Indonesia pada 2021 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktivitas manusia dan kerusakan lingkungan hidup.
Bencana hidrometeorologi menimbulkan dampak di berbagai sektor di antaranya, sektor permukiman, kesehatan, lingkungan hidup dan kehutanan, pertanian dan perkebunan, transportasi, pariwisata, dan sektor lainnya.
Baca Juga: Walhi: Make Mercury History Hanya Jadi Jargon Apabila Tak Sentuh Akar Masalah
“Untuk mengurangi dampak risiko bencana hidrometeorologi, perlu adanya peran aktif dan berkelanjutan yang diterapkan oleh semua pihak baik dari pemerintah, lembaga, media serta masyarakat. Aksi mitigasi bencana hidrometeorologi diharapkan mampu menjaga kestabilan alam, lingkungan, dan kehidupan umat manusia,” cuit @infoBMKG dalam utas memperingati Hari Meteorologi Sedunia dengan mengkampanyekan #AksiMitigasiBencanaHidrometeorologi #BMKGTanggapBencana.
Sejarah Organisasi Meteorologi Dunia
Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) secara resmi berdiri pada 23 Maret 1950. Organisasi ini merupakan badan spesialisasi meteorologi yang bernaung di bawah PBB.
WMO merupakan organisasi antar-pemerintah dengan jumlah anggota 193 negara.
Cikal bakal WMO berakar dari International Meteorological Organization (IMO) yang dibentuk pada 1873 di Wina, kemudian dikonvensi PBB menjadi WMO pada 23 Maret 1950.
Baca Juga: Pakar Oseanografi: Air Laut Bisa Jadi Solusi Krisis Air Bersih di Indonesia
Meteorologi berasal dari bahasa Yunani meteorosatau ruang atas (atmosfer), dan logos atau ilmu. Meteorologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas gejala perubahan cuaca yang berlangsung di atmosfer.
Meteorologi di Indonesia
Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada 1841, diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor.
Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika.
Dilansir dari laman mkg.itera.ac.id, pada 1866, Pemerintah Hindia Belanda membentuk dan meresmikan instansi pengamatan meteorologi dengan nama instansi Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.
Baca Juga: Solusi Bau Mulut Akibat Faktor Bawaan: Gosok Gigi dan Gosok Lidah
Kemudian pada 1879 Pemerintah Hindia Belanda membangun 74 stasiun pengamatan penakar hujan di Pulau Jawa.
Pada 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Sedangkan pengamatan gempa bumi dimulai pada 1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada 1928. [WLC01]
Discussion about this post