Wanaloka.com – Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya tengah berjuang melawan investor yang merambah hutan adat mereka. Mereka terlibat dalam gugatan tata usaha negara hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung melawan pemerintah dan perusahaan sawit untuk mempertahankan hutan adat yang menjadi sumber kehidupan mereka. Kampanye All Eyes On Papua pun belakangan menggema di berbagai laman media sosial sebagai bentuk protes terhadap alih fungsi lahan di Papua dari hutan menjadi perkebunan sawit.
Hendrikus Woro yang mewakili Suku Awyu menggugat Pemerintah Papua karena mengeluarkan izin lingkungan untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL) seluas 36.094 hektare. Gugatannya kandas di tingkat pertama di PTUN Jayapura dan tingkat banding di PT TUN Manado. Kini kasus itu tengah ditangani Mahkamah Agung (MA). Masyarakat adat Papua itu menggelar aksi damai di Gedung MA pada 5 Juni 2024 dan berharap MA akan mengabulkan kasasi mereka.
Hutan Adat untuk Sawit
Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, di PTUN Jayapura ditemukan fakta Majelis Hakim mengabaikan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Majelis Hakim tidak membuka Dokumen AMDAL yang ditandatangani Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang tidak memiliki Hak Atas Tanah Adat Marga di wilayah Adat Masyarakat Awyu.
Baca Juga: Ini Poin-poin Revisi UU KSDAHE yang Disetujui Masuk Sidang Paripurna DPR
Sementara di PT TUN Manado ditemukan fakta Majelis Hakim juga mengabaikan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2023. Majelis Pemeriksa Perkara diketahui tidak memiliki lisensi Hakim Lingkungan.
Kedua fakta tersebut dinilai LBH Papua jelas-jelas merupakan pelanggaran Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2023. Pihaknya pun ingin membuktikan apakah MA akan menegakkan aturannya atau sebaliknya melanggar aturannya sendiri.
Selain itu, melalui fakta Tindak Pidana Penggelapan Tanah Adat sebagaimana diatur Pasal 385 KUHP, berupa tindakan pelepasan Tanah Adat Awyu, khususnya Marga Woro yang dilakukan Ketua LMA sebagaimana dalam AMDAL PT IAL, LBH Papua ingin mengetahui apakah MA akan melindungi Eksistensi Hak Masyarakat Adat sesuai perintah Pasal 18b ayat (2), UUD 1945 dan Pasal 28i ayat (3), UUD 1945 ataukah tidak.
Baca Juga: Banjir di Pohuwato Dua Ribu Lebih Warga Terdampak
Selain PT IAL, masyarakat adat Awyu juga menghadapi gugatan dari dua perusahaan sawit yang berekspansi di Boven Digoel, yaitu PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya. Sementara Suku Moi juga menggugat PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektare hutan adat untuk perkebunan sawit.
Selamatkan Hutan Papua
LBH Papua mengingatkan, bahwa Perlindungan, Penghormatan, Pemajuan dan Penegakan Hak Asasi Manusia merupakan tanggung jawab Negara melalui Pemerintah sesuai Pasal 28i ayat (4), UUD 1945. Sementara LBH Papua berharap MA sebagai lembaga yudikatif memiliki kewajiban Konstitusional untuk mengimplementasikan Pasal 28i ayat (4) UUD 1945 dari ancaman Tindakan Penggelapan Tanah Adat yang berdasarkan Pasal 385 KUHP dilakukan secara sistematik dan struktural oleh Pemerintah demi meloloskan kepentingan Eksploitasi Sumber Daya Alam dalam Wilayah Adat Masyarakat Adat Papua, khususnya Masyarakat Adat Awyu dan Masyarakat Adat Moi.
“Semoga Ketua MA mendengar suara Masyarakat Adat Awyu dan Moi. Dan semoga Hakim MA Pemeriksa Perkara Masyarakat Adat versus Pemerintah di Tingkat Kasasi dapat mengimplementasikan perintah Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup dan melindungi Eksistensi Masyarakat adat sesuai perintah Pasal 28i ayat (4), UUD 1945,” harap LBH Papua.
Baca Juga: Ledakan Terjadi Lagi di Perusahaan Nikel di Morowali, Walhi Desak Penegakan Hukum
Discussion about this post