YLBH menduga hal tersebut dari statemen pemerintah saat konferensi pers, bahwa penerbitan perpu merupakan kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat keseluruhan. Penerbitan perpu ini dinilai juga semakin melengkapi ugal-ugalan Pemerintah dalam membuat kebijakan, seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan-kebijakan lain.
YLBHI menilai, penerbitan perpu di ujung tahun menunjukkan Presiden tidak menghendaki ada reaksi dan tekanan masyarakat dalam bentuk demonstrasi dan lainnya. Lantaran bertepatan dengan masa liburan akhir tahun.
Baca Juga: Laut Banda Kembali Diguncang Gempa
Atas penerbitan perpu tersebut, YLBHI menyatakan sikap sebagai berikut: Pertama, mengecam penerbitan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan mendesak Presiden menarik kembali perpu tersebut.
Kedua, menuntut Presiden melaksanakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan syarat-syarat yang diperintahkan MK.
Ketiga, mendasak Pemerintah menyudahi kudeta dan pembangkangan terhadap konstitusi. Keempat, mengembalikan semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip konstitusi, negara hukum yang demokratis, dan hak asasi manusia.
Baca Juga: Rossanto Handoyo: Bea Cukai Plastik Bukan Dongkrak APBN, Tapi Mencegah Bahayanya
Perpu Diklaim Antisipasi Resesi Global
Sementara dilansir dari laman presidenri.go.id tentang keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, 30 Desember 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim salah satu alasan penerbitan perpu tersebut adalah antisipasi kondisi ekonomi global.
“Pertama, kebutuhan mendesak pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik terkait ekonomi Indonesia menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi. Beberapa negara berkembang yang sudah masuk ke IMF itu lebih dari 30 (negara),” papar Airlangga yang didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md dan Wamen Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej
.Kedua, kondisi geopolitik akibat perang antara Rusia dan Ukraina, serta konflik lain yang belum usai juga menjadi salah satu pertimbangan pemerintah. Selain itu, sejumlah negara saat ini juga masih menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
Baca Juga: 2023, Epidemiolog Harapkan PPKM Dicabut, Presiden Tunggu Kajian
Ketiga, Putusan MK terkait UU Cipta Kerja juga mempengaruhi perilaku di bidang usaha, baik di dalam maupun luar negeri. Apalagi, tahun depan pemerintah menargetkan nilai investasi yang lebih tinggi daripada 2022.
“Jadi penting ada kepastian hukum. Keluarnya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 diharapkan kepastian hukum bisa terisi,” lanjut Airlangga.
Baca Juga: Sumber Gempa Dangkal di Selatan Kota Kebumen Jawa Tengah
Mahfud Md menambahkan penerbitan perpu merupakan langkah strategis pemerintah untuk menghadapi ancaman global ke depan. Jika langkah strategis tidak segera dilakukan, maka pemerintah akan ketinggalan untuk mengantisipasi situasi global.
“Untuk mengambil langkah strategis ini kalau masih menunggu sampai berakhirnya tenggat yang ditentukan Putusan MK Nomor 91 Tahun 2020, pemerintah akan ketinggalan mengantisipasi dan menyelamatkan situasi,” kilah Mahfud. [WLC02]
Discussion about this post